REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Syeikh 'Imad 'Ali 'Abdus-Sami' Husain dalam bukunya Keajaiban Shalat Subuh, Menguak Misteri Kemuliaan dalam Shalat Subuh mengungkapkan, orang yang mengaku beriman, tidak perlu sulit mengetahui kadar keimanannya.
''Ia cukup mengukurnya dengan shalat Subuh, untuk mengetahui apakah dirinya termasuk jujur dalam beriman ataukah berdusta. Apakah ia beriman di atas keikhlasan ataukan riya,'' ungkap Syeikh 'Imad menjelaskan.
Syeikh 'Imad kemudian mengutip sebuah hadis Rasulullah SAW yang artinya, ''Batas antara kita dengan orang-orang munafik adalah menghadiri shalat Isya dan Subuh, sebab orang-orang munafik tidak sanggup menghadiri kedua shalat tersebut.''
Dalam hadis lain yang diriwayatkan oleh Ahmad, Syeikh 'Imad mengutip hadis Nabi Muhammad SAW yang artinya, ''Shalat terberat bagi orang-orang munafik adalah shalat Isya dan Subuh. Padahal, seandainya mereka mengetahui pahala pada kedua shalat tersebut, tentu mereka akan mendatanginya walau pun harus merangkak.''
Bahkan dalam hadis yang diriwayatkan dari Abdullah bin Mas'ud, ia berkata, ''Kami melaksanakan shalat Subuh berjamaah bersama Nabi SAW dan tidak ada yang tidak ikut serta selain orang yang sudah jelas kemunafikannya.''
Syeikh 'Imad kemudian mengutip hadis Rasulullah yang lain yang diriwayatkan oleh Ibnu Umar ra ia berkata, ''Apabila kami kehilangan seseorang dalam shalat Subuh dan Isya, kami berprasangka tidak baik kepadanya.''
Buruk sangka terhadap orang yang tidak ikut serta dalam shalat Subuh dan Isya, jelas Syeikh 'Imad, tidak lain karena keduanya adalah tolok ukur kejujuran dan iman seseorang, serta barometer untuk mengukur sejauh mana keikhlasannya.
Selain untuk shalat Isya dan Subuh, kata Syeikh 'Imad, mudah saja dilakukan seseorang, mengingat waktunya bertepatan dengan suasana beraktivitas dan terjaga.
Sedangkan shalat Subuh dan Isya, yang mampu memelihara pelaksanaannya secara berjamaah, hanyalah orang-orang yang jujur dan tidak mengharapkan apa pun selain kebaikan.