Kamis 03 Dec 2015 17:40 WIB

'Pak Slamet Ingin Mengabdikan Diri untuk Umat'

Rep: ahmad fikri noor/ Red: Damanhuri Zuhri
wakil ketua umum PBNU, Slamet Efendi Yusuf
Foto: Republika/Yogi Ardhi
wakil ketua umum PBNU, Slamet Efendi Yusuf

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama Slamet Effendy Yusuf dikenal para kerabatnya sebagai sosok yang mampu menyikapi perbedaan dengan bijak.

Salah satu kerabat Slamet yang merasakan hal itu adalah Sekretaris Jendral Majelis Ulama Indonesia (Sekjen-MUI) Anwar Abbas.

Anwar mengisahkan, pada 1991, ia termasuk dalam delegasi pemuda Indonesia ke Arab Saudi yang diundang langsung putra mahkota. "Ketika itu ketua delegasinya Pak Slamet sementara wakilnya Pak Din (Syamsuddin)," kata Anwar mengisahkan.

Dua tokoh itu, kata Anwar, menjadi representasi Nahdlatul Ulama dan Muhammadiyah dalam delegasi. Anwar mengaku, terdapat hal menarik yakni keterbukaan dan komunikasi yang baik antar dua tokoh. "Mereka (Slamet dan Din) itu sering berdua," katanya.

Dari Riyadh, lanjut Anwar, rombongan menunaikan shalat subuh di bandara sebelum menuju Madinah. "Waktu itu shalat subuh tidak pakai qunut," ujarnya.

Sontak anggota rombongan dan sejumlah wartawan terkejut. Qunut memang merupakan ritual yang lekat dengan praktik beribadah Nahdliyyin namun tidak dipraktikkan warga Muhammadiyah. "Pak Slamet tak bisa menjawab," kata Anwar.

Kemudian, setiba di Madinah, rombongan berkesempatan menunaikan shalat Jumat di Masjid Nabawi. Kala itu, azan dikumandangkan dua kali seperti dengan praktik yang dijalankan warga NU.

Selepas shalat, kata Anwar, tiba-tiba Slamet menyuruh rombongan untuk segera berkumpul dan kembali ke kendaraan. Anwar mengaku, delegasi lain bingung karena masih ingin berlama-lama di masjid. Delegasi pun mematuhi instruksi Slamet sebagai ketua rombongan.

Ternyata, hal itu dilakukan Slamet untuk menyampaikan dua kalimat yang tidak dilupakan Anwar. "Pak Slamet bilang, 'kalian tahu ini kota Nabi? Nah, sudah selesai'," kata Anwar seraya tertawa geli.

Anwar mengatakan, meski terjadi perbedaan pendapat, momen itu terasa sangat nikmat. Momen itu pula yang menurutnya menjadi cerminan sikap Slamet dalam menyikapi perbedaan. "Perbedaan bukan sesuatu yang menakutkan. Perbedaan bisa menjadi gurauan bahkan menambah keintiman," ujarnya.

Menurut Anwar, Slamet adalah sosok yang memiliki jati diri. Ia berkata, Slamet adalah Nahdliyin namun tetap bisa dekat dengan kelompok lain. "Ia (Slamet) bisa menghargai pluralitas. Ia bisa menempatkan diri secara tepat tanpa menyakiti orang lain," ujarnya.

Anwar menambahkan, sejak Slamet berhenti berkiprah di partai politik dan masuk ke MUI, almarhum ingin mengabdikan diri untuk umat. Waketum MUI itu, kata Anwar, memiliki gagasan mempersatukan dan memperkuat umat Islam.

Pengurus MUI saat ini cukup besar. Ini karena MUI menekankan asas keterwakilan ormas dan prinsip kompetensi. "Gagasan itu salah satunya diusulkan Pak Slamet dan bersama pimpinan lain seperti Pak Din dan Kiai Ma'ruf (Amin)," ujarnya.

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement