REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -– Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), Prof Dr KH Said Aqil Siraj, menilai budaya menulis ulama Indonesia saat ini cenderung menurun dibandingkan dengan ulama nusantara pada zaman dulu.
Sehingga, pemikiran ulama Indonesia saat ini tidak banyak beredar di kalangan masyarakat internasional. "Ulama dulu rajin menulis, (ulama) sekarang malas menulis," kata Said Aqil saat ditemui Republika, Senin (7/12).
Menurut Said Aqil, saat ini hanya beberapa ulama yang karyanya diterjemahkan ke dalam bahasa asing dan bisa dinikmati oleh dunia luar, diantaranya karya ulama NU yang juga mantan Presiden Aburahman Wahid (Gus Dur).
Jika melihat kiprah ulama pada zaman dulu, Said Aqil menyebutkan, mereka banyak berperan dalam membangun peradaban Islam melalui tulisan. Bahkan, para ulama nusantara banyak yang menuangkan pemikirannya dalam tulisan berbahasa jawa.
Tak pelak, karya-karya itu pun diterjemahkan ke dalam bahasa Arab. Dari hasil tulisannya, para ulama nusantara bahkan memiliki banyak pengikut dari mancanegara.
Contohnya, Said Aqil menyebutkan, ulama yang memiliki banyak pengikut tersebut yakni Syekh Ahmad Khatib Sambas. Karena tulisannya, Syeikh Ahmad Khatib Sambas memiliki pengikut dari negara-negara Asia yang mendunia dengan tarekat Qodiriyah wa Naqsyabandiyah.
Untuk mengulang kejayaan ulama nusantara, menurut Said Aqil, NU mendorong adanya penerjemahan buku-buku karya ulama saat ini ke dalam bahasa asing baik Arab maupun Inggris.
NU sendiri, ungkap kiai Said Aqil, berencana akan menerjemahkan buku-buku ulama NU agar dapat dikonsumsi oleh masyarakat internasional.