REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Proses pemeriksaan Majelis Kehormatan Dewan (MKD) sudah dilakukan terhadap tiga pihak dalam skandal "Papa Minta Saham" hingga kemarin (7/12).
Menteri ESDM Sudirman Said sebagai pengadu dan Presiden Direktur PT Freeport Indonesia Maroef Sjamsoeddin sebagai saksi, masing-masing dimintai keterangan dalam sidang terbuka. Kemudian, Ketua DPR RI Setya Novanto sebagai teradu dalam sidang tertutup.
Menurut politikus PDI Perjuangan Hendrawan Supratikno, atensi terhadap skandal yang menjerat Setya Novanto itu sudah mulai berfokus pada pelengseran ketua DPR RI.
Padahal, lanjut dia, esensi persoalan terletak pada nasib PT Freeport Indonesia (PTFI) ke depannya sesudah rezim perpanjangan kontrak usai.
Anggota Komisi XI ini lantas menengarai, yang paling diuntungkan dari polemik ini ialah PTFI. Sebagaimana terungkap dalam persidangan MKD sejauh ini, ada upaya dari pemerintah, dalam hal ini Kementerian ESDM, maupun legislatif untuk terus memperpanjang masa operasional PTFI, seusai habis kontraknya pada 2021.
(Baca: Jokowi Marah PKB: ini Bisa Jadi Moment untuk Reshuffle)
"Padahal, semua tahu bahwa negosisasi baru dimulai 2019. Jadi ini kerja antek-antek, istilahnya, antek asing, teroris ekonomi, economic hit man, begal ekonomi," ujar Hendrawan Supratikno saat ditemui Republika.co.id di Gedung Nusantara II, kompleks Parlemen, Jakarta, Selasa (8/12).
Menurutnya, Maroef mesti menjelaskan alasannya berinisiatif pertama kali untuk mengadakan pertemuan dengan Setya Novanto.
Sebab, dia menduga, kemungkinan ada bonus bagi Maroef sendiri dari bos Freeport McMoran di Amerika Serikat bila sampai korporasi asing itu mampu memastikan izin usahanya di Indonesia jauh sebelum tenggat kontrak berakhir.
Namun, lanjut dia, "pertarungan elite" itu hanya berdampak nirguna bagi Indonesia. Sebab, pemerintahan Jokowi-JK mesti, sekali lagi, mengalami kegaduhan politik.
"Yang saya tertarik adalah mengapa seorang direktur utama sebuah perusahaan asing berinisiatif mendekati ketua lembaga negara, dalam hal ini Ketua DPR, berbicara soal perpanjangan kontrak," ujarnya.
"Kemudian, orang yang sama berinisiatif merekam pembicaraan itu. Kemudian, hasil rekaman itu menimbulkan kegaduhan berupa pertikaian antarlembaga negara dan petinggi negeri," jelasnya.
(Baca juga: Soal Freeport, Megawati: Ya Allah, tak Salah Ributnya Panjang Seperti Ini...)