REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Keputusan pemerintah mengambil alih penyelenggaraan umrah sudah final. Namun, pelaksanaannya tidak serta-merta sekaligus.
Direktur Pelayanan Haji Dalam Negeri Direktorat Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umrah (Ditjen PHU) Ahda Barori mengatakan, pemerintah tetap akan mengambil-alih penyelenggaraan umrah. "Meski ada penolakan dari beberapa penyelenggara haji khusus dan umrah," kata Ahda di Jakarta, Jumat (11/12).
Ia yakin jika penyelenggaraan umrah diselenggarakan Ditjen PHU akan memberi jaminan jemaah dapat menunaikan ibadahnya di Tanah Suci, Saudi Arabia. Tekad pemerintah untuk mengambil alih penyelenggara perjalanan ibadah umrah (PPIU) sudah bulat, bukan lagi wacana.
Terlebih lagi, dari sisi dukungan dari Kementerian PAN dan RB, struktur untuk eselon dua di Ditjen PHU sudah disetujui. Tinggal diisi personilnya saja. "Jadi, tekad kita sudah bulat," ungkap Ahda lagi.
"Nanti, kita punya direktur penyelenggara ibadah umrah," kata ia menambahkan.
Latar belakang pentingnya penyelenggaraan umrah diambil alih oleh pemerintah, ia menjelaskan, adalah karena fakta di lapangan banyak jamaah umrah terlantar. Bukan saja di dalam negeri tidak terangkut bahkan ada yang terbengkalai tak diurus PPIU bersangkutan di negara lain.
"Kemenag juga mendapat desakan dari masyarakat. Pemerintah harus ambil alih penyelenggaraan umrah," ujar dia.
266 PPIU
Jumlah PPIU yang tercatat di Ditjen PHU, katanya, sekitar 266 perusahaan. Tahun lalu sebanyak 14 PPIU dibekukan dan dicabut izinnya karena menelantarkan anggota jamaah umrahnya. "Hampir tiap tahun selalu saja ada yang menelantarkan jamaah umroh," kata dia menegaskan.
Ia menambahkan, meski Ditjen PHU pernah menandatangani nota kesepahaman (MoU) dengan Kepolisian guna memberantas PPIU ilegal dan menelantarkan jamaah umrah, menurut dia, tetap saja kasus-kasus menelantarkan jamaah umrah terjadi. Bukan hanya di Jakarta, tetapi di berbagai daerah juga kerap kali berulang.