REPUBLIKA.CO.ID, BOGOR -- Institut Pertanian Bogor (IPB) belum dapat memastikan jumlah pasien hepatitis A yang berstatus sebagai penerima Beasiswa Bidik Misi. Namun, disebutkan IPB, sebagian besar pasien memang merupakan penerima beasiswa tersebut.
"Kalau dari keseluruhan yang sudah sembuh belum kami hitung, tapi dari 14 orang yang sampai hari ini masih dirawat di rumah sakit sebagian besarnya memang penerima beasiswa Bidik Misi," ungkap Wakil Rektor Bidang Akademik dan Kemahasiswaan IPB Yonny Koesmaryono, Selasa (15/12).
Yonny berkata, terdapat sekitar 700 mahasiswa IPB yang menerima beasiswa Bidik Misi selama 2015. Bantuan biaya pendidikan dari Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi itu diperuntukkan bagi mahasiswa yang tidak mampu secara ekonomi namun memiliki potensi akademik baik.
Yonny menyebutkan pemikiran Guru Besar Fakultas Ekonomi dan Manajemen IPB Muhammad Firdaus yang mengaitkan kejadian luar biasa (KLB) hepatitis A dengan faktor ekonomi bisa jadi ada benarnya. Meski demikian, perlu dilakukan validasi lebih lanjut untuk analisis itu.
"Nanti setelah para mahasiswa pulih, akan kami ajak ngobrol, dengan melibatkan komunitas penerima beasiswa tersebut," kata Yonny.
Apabila memang benar bahwa mahasiswa kesulitan mengatur keuangan untuk hidup sehat dan layak, pihak Rektorat IPB sudah menyiapkan beberapa langkah. Salah satunya, kembali mendesak pemerintah untuk meningkatkan besaran beasiswa Bidik Misi.
Selama ini, ungkap Yonny, IPB yang terlibat sejak 2010 dalam bantuan beasiswa Bidik Misi telah melakukan sejumlah evaluasi. Pada 2014, IPB mengajukan usulan kepada Dikti untuk meningkatkan besaran beasiswa menjadi Rp 1 juta per bulan.
Hal ini karena, tak sedikit mahasiswa kurang mampu yang membutuhkan bantuan lebih. Uang beasiswa terkadang justru dikirim sebagian untuk keluarga di kampung.
"Ada yang begitu, lalu dia cari kerja tambahan, memberi les privat atau jadi asisten dosen," ujar Yonny.
Meski demikian, ia mengakui proses menaikkan besaran itu tak mudah. Prosedur panjang harus dilalui hingga parlemen.
Karenanya, IPB juga menggagas solusi cepat yaitu memperbanyak Warung Sehat Murah (Semur). Selama tiga tahun, IPB bersama Persatuan Orang tua Mahasiswa (POM) mengelola Warung Semur untuk membantu mereka yang kurang mampu.
Kantin yang telah tiga tahun dikelola itu menjual makanan sehat seharga Rp 5.000 per porsi. Ke depan, ungkapnya, IPB berencana memperbanyak Warung Semur agar mahasiswa bisa tetap mendapatkan makanan sehat dengan harga terjangkau.
"Namun sekali lagi, kami akan pastikan terlebih dahulu keterkaitan antara Hepatitis A dan faktor ekonomi tersebut," katanya menegaskan.
Selain itu, kata Yonny, pihak kampus sudah berkoordinasi dengan Pemerintah Kabupaten Bogor untuk menggagas pembenahan tata ruang di Babakan Raya di mana mayoritas mahasiswa tinggal.
Pembenahan itu meliputi pengaturan jarak antar rumah, jarak sumur dan septic tank, dan lain-lain. Aturan tersebut diharapkan bisa terealisasi pada tahun depan.
"Pak Rektor sudah berdiskusi dengan Ibu Bupati dan Alhamdulillah beliau berkomitmen untuk pembenahan Babakan Raya," ujar Yonny.
Hingga Selasa pagi (15/12), kata Yonny, tercatat 14 mahasiswa masih diopname karena positif mengidap hepatitis A. Sebanyak 11 di antaranya dirawat di RS Karya Bhakti Pratiwi dan tiga orang lainnya dirawat di RS Medika Dramaga.
Jumlah tersebut, ujarnya, berfluktuasi dalam hitungan hari. Sejumlah mahasiswa yang telah sembuh total telah diperbolehkan pulang.