Ahad 20 Dec 2015 08:10 WIB

Burundi Tolak Kehadiran Pasukan Perdamaian Afrika

Rep: Gita Amanda/ Red: Winda Destiana Putri
Tentara Malawi menjaga toko milik warga Afrika Selatan di Blantyre dampak dari xenofobia, Jumat (24/4)
Foto: BBC
Tentara Malawi menjaga toko milik warga Afrika Selatan di Blantyre dampak dari xenofobia, Jumat (24/4)

REPUBLIKA.CO.ID, BUJUMBURA -- Pemerintah Burundi telah menolak keputusan Uni Afrika menyebarkan 5.000 tentara dari pasukan penjaga perdamaian. Mereka mengatakan akan mencegah pasukan asing memasuki perbatasannya.

Juru bicara Presiden Burundi Pierre Nkurunziza, Gervais Abayeho, mengatakan pemerintah Burundi tak akan mengizinkan 5.000 tentara pasukan perdamaian Uni Afrika memasuki negaranya. Abayeho mengatakan kepada Aljazirah, Sabtu (19/12), bagaimanapun Burundi tak membutuhkan pasukan penjaga perdamaian.

"Kami tak akan membiarkan pasukan asing di Burundi. Kami tak membutuhkan mereka," kata Abayeho.

Ia menambahkan, pemerintah Burundi memiliki pemerintahan yang sah dan dipilih secara demokratis. Menurutnya semestinya Uni Afrika berkonsultasi dulu dengan mereka, sebelum membuat keputusan tersebut.

"Kami ini bagian dari pasukan untuk beberapa misi penjaga perdamaian Uni Afrika dan sekarang mereka mengirim pasukan penjaga perdamaian ke negara kami? Mengapa mereka tidak mengirim kembali pasukan kami saja jika mereka pikir kami perlu bantuan?" katanya.

Dewan Perdamaian dan Keamanan Uni Afrika pada Jumat (18/12) malam, sepakat menyebarkan Misi Pencegahan dan Perlindungan Afrika (MAPROBU) untuk melindungi warga sipil di Burundi. Keputusan ini diambil menyusul kekerasan politik akibat sengketa pemilihan kembali Presiden Nkurunziza pada Juli.

MAPROBU diberi mandat untuk mencegah memburuknya situasi keamanan, serta melindungi warga sipil. Mereka juga diminta berkontribusi menciptakan kondisi yang diperlukan untuk penyelenggaraan dialog antara pihak bertikai di Burundi.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement