REPUBLIKA.CO.ID, PALU -- Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Tengah akan merangkul Kantor Urusan Agama (KUA) dalam menekan Angka Kematian Ibu (AKI) di wilayah itu mulai 2016.
"Itu merupakan salah satu bentuk pemantauan yang akan kami laksanakan bersama KUA pada 2016," kata Kepala Bidang Upaya Kesehatan Dinkes Sulteng Nurhasni di Palu, Senin (21/12).
Berdasarkan Survey Demografi dan Kesehatan Indonesia (SKDI) 2012, angka kematian ibu di Sulawesi Tengah tercatat 379 per 100 ribu kelahiran. Sementara itu, berdasarkan laporan dari kabupaten/kota, angka kematian ibu tahun 2014 sebanyak 107 orang dan tahun 2015 sampai triwulan III sekitar 85 orang.
Ia menjelaskan upaya yang dilakukan untuk meminimalisasi angka kematian ibu melahirkan tidak hanya dilakukan oleh instansi kesehatan saja, tetapi peran lintas sektor juga dibutuhkan. Upaya-upaya pemantauan dilakukan sejak dini saat perempuan masih remaja, setelah menikah, bahkan sampai hamil dan melahirkan. Menurut dia ada dua penyebab masih terjadinya kematian ibu melahirkan di Sulteng yakni pendarahan dan eklamasi atau keracunan kehamilan.
Mengenai penyebab terjadinya perdarahan dan keracuman kehamilan, kata Norhasni, belum bisa dipastikan, namun perdarahan perdarahan bisa terjadi karena anemia atau kekurangan darah.
Mengenai mengapa seorang ibu anemia, katanya, ini perlu pemeriksaan lebih mendalam apakah waktu kehamilan ada pemeriksaan kesehatan atau tidak, apakah ada pemberian vitamin atau tidak, dan apakah vitamin itu diminum atau tidak.
"Semua itu akan kami pantau untuk menurunkan resiko kematian ibu hamil," ujarnya.
Menurut dia, pemantauan yang dilakukan sejak usia remaja atau pada Wanita Usia Subur (WUS) dengan pemberian vitamin. Kemudian, ketika mereka menikah, peran KUA diharapkan untuk melaporkan kepada bidan setempat agar nantinya mereka bisa dipantau sebagai Pasangan Usia Subur (PUS).
"Ini sudah dilakukan di Kabupaten Banggai," ungkapnya.
Nurhasni berharap peran ini lebih dimaksimalkan, baik oleh tokoh agama, tokoh masyarakat, instansi kesehatan dan lintas sektor lainnya dengan lebih bersinergi untuk meminimalisasi angka kematian ibu.
"Banyak contoh kasus yang kita lihat seperti mereka yang siap melahirkan, lebih memilih ke dukun daripada ke fasilitas kesehatan yang disediakan oleh pemerintah," jelasnya.
Karena itu pihaknya akan terus berupaya dengan berbagai keterbatasan seperti masih kurangnya bidan desa di puskesmas atau posyandu di daerah-daerah terpencil, untuk mengatasi masalah tersebut dengan memberdayakan kader kesehatan di desa-desa.