REPUBLIKA.CO.ID,MAMUJU -- Seorang bocah penderita tanpa Anus, Junaedi (10) yang bermukim di Dusun Maju Jaya, Desa Pajalele, Kecamatan Tikke Raya, Kabupaten Mamuju Utara, Sulawesi Barat, kini mengharapkan bantuan dari pemerintah untuk meringankan beban biaya pengobatannya.
"Penyakit bawaan sejak lahir anak kami semakin memburuk. Kami tidak tahu harus berbuat apa lagi untuk kesembuhan putranya," kata ibu kandung korban, Rabiah di Matra, Jumat.
Menurutnya, kondisi kesehatan putranya semakin turun dan bahkan mulai terlihat kurus dan lemas. Bahkan, nafasnya pun terlihat teramat sesak.
"Derita yang menimpa putra kami sangatlah berat menanggung derita selama 10 tahun tanpa lobang Anus, atau dalam istilah medis disebut penyakit Atresia Ani.
Rabiah mengaku hanya bisa pasrah menerika kenyataan yang menimpa putranya, karena untuk berobat secara medis maka ia tak mampu membayar beban biayanya.
"Saya hanya berfrofesi penjual sayur dan ayahnya hanya bekerja sebagai kulih bangunan dengan penghasilan pas-pasan untuk menutupi biaya hidup keluarganya," kata Rabiah yang kini telah memiliki tujuh anak itu.
Untuk bertahan hidup putranya kata dia, maka dokter yang menanganinya sejak lahir mengeluarkan usus pembuangan makanannya melalui perut bagian atasnya, dibagian ujung usunya diikatkan sebuah kantung plastik agar kotoran yang keluar tidak meluber kemana-kemana.
Upaya operasi pembuatan lobang anus, sudah pernah dilakukan namun belum tuntas karena biaya operasi yang begitu mahal.
Karena itu kata dia, ia sangat mengharapkan bantuan dari pemerintah daerah dan para dermawan guna menuntaskan proses operasi tersebut.
Rabia mengatakan,operasi awal yang dilakukan untuk membuat lobang anus itu juga karena adanya santunan biaya dari para sanak keluarga dan tentangganya.
"Operasi awal dilangsungkan di salah satu rumah sakit di Makassar, Sulsel. Untuk melanjutkan operasi susulan maka biaya yang dibutuhkan tidak sedikit, sebab selain untuk biaya rumah sakit sendiri, juga untuk biaya transportasi serta akomodasi selama berada di Makassar," terangnya dengan mata berkaca-kaca.
Rabia menambahkan bahwa, ia sangat ingin melihat anaknya tersebut hidup normal seperti anak-anak lainnya dan bisa mengecap bangku pendidikan.