Jumat 01 Jan 2016 03:30 WIB

Kemendikbud: SMK Harus Berbasis Kebutuhan Wilayah

Rep: Wilda Fizriyani/ Red: Winda Destiana Putri
Siswa Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) menyelesaikan ujian nasional bahasa Indonesia di SMK Negeri 8 Jakarta, Senin (16/4).
Foto: Agung Supriyanto/Republika
Siswa Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) menyelesaikan ujian nasional bahasa Indonesia di SMK Negeri 8 Jakarta, Senin (16/4).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) menilai pembangunan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) beserta jurusannya harus berbasis kebutuhan wilayah.

Dengan kata lain, pembukaanya pun harus menyesuaikan dengan kearifan lokal. "Jurusan yang dibuka harus sesuai dengan yang dibutuhkan. Jadi yang tidak dibutuhkan seharusnya tidak perlu dibuka," terang Direktur Pembinaan SMK, Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah (Ditjen Dikdasmen), Mustaghfirin Amin saat ditemui wartawan di Gedung E, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud), Jakarta, Kamis (31/12).

Menurut Mustaghfirin, penyelarasan dan penyesuaian ini sangat penting untuk diterapkan. Terlebih lagi dalam menghadapi era Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA). Karena itu, dia menargetkan agar program keahlian di Indonesia bisa ditata ulang. Dalam hal ini terutama berkaitan dengan kontel, judul, nama, sasaran dan sebagainya.

Mustaghfirin menerangkan, setiap daerah itu memiliki ciri khas yang berbeda satu sama lain. Oleh sebab itu perlu dilakukan pemetaan terkait yang tersedia dan dibutuhkan di suatu daerah.

Perihal ini tidak hanya menjadi tugas Kemendikbud tapi Kementerian Perindustrian (Kemenperin) juga. Kemenperin memiliki wewenang dalam pemetaan ini yang kemudian informasi ini bisa menjadi rujukan Kemendikbud dalam membuka program SMK di seluruh daerah.

"Jadi kita koordinasi juga dengan pihak perindustrian tentang investasi apa yang ada di suatu daerah. Sehingga nantinya kita bisa menyesuaikan program yang perlu dibuka  di daerah tersebut," kata Mustaghfirin. Hal-hal ini juga akan dilihat pula kearifan lokal yang ada di masing-masing daerah. Dalam hal ini berkaitan dengan sumber daya lokal yang tersedia seperti alam, budaya, biografis maupun sejarahnya.

Dengan adanya penyelarasan ini, Mustaghfirin menganggap, ini akan menjadi salah satu cara dalam menghadapi MEA. 

"Kalau di lokal tersedia masyarakat yang berkompetensi dalam suatu bidang, ini berarti tidak perlu mengambil tenaga kerja dari luar. Nah, kalau tidak tersedia, jangan salahkan jika nanti mengambil tenaga kerja dari luar," terang Mustaghfirin.

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement