REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Umum Ormas Gerakan Cinta Tanah Air Persatuan Nasionalis Indonesia (GETAR PNI), Syamsuddin Anggir Monde mengatakan langkah Menkumham Yassona H Laoly terkait kepengurusan Partai diduga telah mengancam tata cara berdemokrasi di Indonesia.
"Dicabutnya SK kepengurusan Partai Golkar kubu Agung Laksono dan tidak diterbitkannya SK baru atas kubu Aburizal Bakrie telah mengancam tata cara berdemokrasi Indonesia," katanya dalam keterangan tertulisnya, Jumat (1/1).
Ia menjelaskan tindakan dan kebijakan politik yang dilakukan Menkumham berbahaya untuk pendidikan politik dan demokrasi khususnya nasib tentang legitimasi Partai Golkar.
"Pemerintah harus bertanggung jawab terhadap kebijakan politik yang sangat sarat dengan nuansa kepentingan praktis dan pragmatis ini," ujarnya.
(Baca juga: Golkar Perlu Gelar Munas)
Sebelumnya Idrus Marham mengaku telah menerima Surat Keputusan Kementerian Hukum dan HAM yang isi mencabut keabsahan kepengurusan Partai Golkar hasil Munas Ancol, Jakarta dibawah kepemimpinan Agung Laksono.
"(SK Kemenkumham) sudah saya terima tadi pagi ke DPP Partai Golkar di Slipi, diantarkan oleh staf dari Kemenkumham," katanya, Kamis (31/12).
Dia mengatakan, keluarnya SK itu berarti kubu Ancol sudah tidak terdaftar lagi karena sudah dicabut kepengurusannya. Saat ini menurut dia Golkar yang terdaftar di Kemenkumham adalah hasil Munas Riau yang sudah melakukan Munas di Bali pada 2014.
Mahkamah Agung mengabulkan permohonan Partai Golkar dengan Ketua Umum Aburizal Bakrie terkait sengketa kepengurusan partai. MA memutuskan kepengurusan Golkar yang sah adalah hasil Munas Riau, dengan Ketua Umum Aburizal Bakrie dan Sekjen Idrus Marham. Pada amar putusannya, MA membatalkan putusan Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara (PTTUN) dan menguatkan putusan PTUN Jakarta.