REPUBLIKA.CO.ID, INDRAMAYU -- Penerapan perdagangan bebas dalam masyarakat ekonomi Asean (MEA) mengancam bidang pertanian di Kabupaten Indramayu.
Daerah lumbung padi nasional itu belum siap bersaing dengan negara-negara Asean yang menghasilkan produk pertanian.
"Pertanian Indramayu belum siap hadapi MEA karena belum siap bersaing," ujar Wakil Ketua Kontak Tani Nelayan Andalan (KTNA) Kabupaten Indramayu, Sutatang kepada Republika, Selasa (5/1).
Sutatang menyatakan, ketidaksiapan untuk bersaing itu di antaranya terlihat pada harga beras. Seperti diketahui, harga beras di Indonesia, termasuk di Kabupaten Indramayu, lebih tinggi dibandingkan negara-negara lain di Asean.
Selain itu, lanjut Sutatang, ketidaksiapan dalam persaingan dengan negara-negara Asean juga menyangkut kualitas produk pertanian. Dia menilai, kualitas produk pertanian asal Kabupaten Indramayu, terutama sayuran, masih kurang bagus.
Sutatang menilai, ketidaksiapan dalam menghadapi persaingan di era MEA bisa mengancam nasib petani di Kabupaten Indramayu. Padahal, selama ini sebagian besar mata pencaharian masyarakat Indramayu bersumber dari pertanian.
Sutatang berharap, ada turut campur tangan pemerintah untuk membantu petani dalam menghadapi MEA. Di antaranya, memberikan pelatihan kepada petani mengenai manajemen pengelolaan produk pertanian agar kualitasnya tidak kalah dengan produk pertanian impor.
"Kualitas SDM (sumber daya manusia) petani harus ditingkatkan," tegas Sutatang.
Tak hanya itu, Sutatang pun meminta agar pemerintah membantu memberikan alat penggilingan padi. Hal itu dimaksudkan supaya beras yang digiling memiliki kualitas yang bagus.
Lebih lanjut Sutatang juga berharap, khusus untuk beras impor, sebaiknya tak diperbolehkan masuk ke Kabupaten Indramayu maupun Jabar secara keseluruhan. Pasalnya, produksi beras di Kabupaten Indramayu masih surplus hingga diatas satu juta ton per tahun.
Terpisah, Asda 2 Bidang Ekonomi dan Pembangunan Pemkab Indramayu, Susanto mengakui sulitnya persaingan dengan negara-negara Asean di era MEA. Hal itu terutama menyangkut produk pertanian seperti beras.
"Harga beras Indonesia lebih mahal dibandingkan negara lain di Asean. Karenanya, beras impor bisa dengan mudah masuk," kata Susanto.
Untuk menghindari persaingan dalam produk beras, Susanto mengimbau petani mulai beralih pada kedelai dan jagung. Selain itu, konsumsi masyarakat yang selama ini mengutamakan nasi juga harus mulai diubah.
"Menghadapi MEA, pola pikir masyarakat memang harus berubah," tandas Susanto.