Rabu 06 Jan 2016 00:45 WIB

Saudi: Kami Bukan Musuh Alami Iran

Rep: Gita Amanda/ Red: Bilal Ramadhan
Demonstran Iran meneriakkan slogan sambil membawa foto ulama Syiah Sheikh Nimr al-Nimr saat demo menentang eksekusinya di Saudi Arabia, di luar Kedutaan Besar Arab Saudi di Teheran 3 Januari 2016.
Foto: Reuters
Demonstran Iran meneriakkan slogan sambil membawa foto ulama Syiah Sheikh Nimr al-Nimr saat demo menentang eksekusinya di Saudi Arabia, di luar Kedutaan Besar Arab Saudi di Teheran 3 Januari 2016.

REPUBLIKA.CO.ID, RIYADH -- Arab Saudi mengatakan pada Senin (4/1), hubungannya dengan Iran bisa pulih dengan syarat Teheran berhenti campur tangan dengan urusan negara lain. Dilomat Saudi menyatakan Saudi bukanlah musuh alami Iran.

Saudi memotong semua hubungannya dengan Iran pada Ahad (3/1) malam, setelah pengunjuk rasa menyerang kedutaan besar Saudi di Teheran. Penyerangan dilakukan setelah kerajaan mengeksekusi ulama Syiah terkemuka Nimr al-Nimr.

Saat diyanya apa syarat pemulihan hubungan Saudi dengan Iran, Duta Besar Saudi untuk PBB Abdallah Al-Mouallimi mengatakan Iran harus menghentikan campur tangannya pada urusan internal negara lain.

"Sangat sederhana, Iran berhenti campuri urusan internal negara lain termasuk kami. Jika mereka melakukannya, kami akan memiliki hubungan normal dengan Iran. Kami bukan musuh alami Iran," ujarnya.

Pada Senin, Bahrain dan Sudan juga memutus semua hubungan dengan Iran. Menteri Luar Negeri Saudi Adel al-Jubeir mengatakan kepada Reuters, Riyadh juga akan menghentikan lalu lintas udara dan hubungan komersial lain dengan Iran.

Jubeir menyalahkan kebijakan agresif Iran atas tindakan diplomatik yang diambil Saudi. Hal ini menyinggung bertahun-tahun ketegangan kedua negara.

Sementara itu Iran menuduh Saudi menggunakan serangan terhadap kedutaan sebagai alasan untuk memutuskan hubungan. Keputusan Saudi tersebut menurut Iran justru meningkatkan ketegangan sektarian.

Menanggapi meningkatnya ketegangan Iran-Saudi, Amerika Serikat dan Jerman menyerukan keduanya untuk menahan diri. Sedangkan Rusia menawarkan menengahi sengketa kedua negara. Tapi Pejabat Departemen Luar Negeri AS mengatakan, Iran dan Saudi harus mengatasi masalah mereka sendiri.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
وَمَا تَفَرَّقُوْٓا اِلَّا مِنْۢ بَعْدِ مَا جَاۤءَهُمُ الْعِلْمُ بَغْيًاۢ بَيْنَهُمْۗ وَلَوْلَا كَلِمَةٌ سَبَقَتْ مِنْ رَّبِّكَ اِلٰٓى اَجَلٍ مُّسَمًّى لَّقُضِيَ بَيْنَهُمْۗ وَاِنَّ الَّذِيْنَ اُوْرِثُوا الْكِتٰبَ مِنْۢ بَعْدِهِمْ لَفِيْ شَكٍّ مِّنْهُ مُرِيْبٍ
Dan mereka (Ahli Kitab) tidak berpecah belah kecuali setelah datang kepada mereka ilmu (kebenaran yang disampaikan oleh para nabi) karena kedengkian antara sesama mereka. Jika tidaklah karena suatu ketetapan yang telah ada dahulunya dari Tuhanmu (untuk menangguhkan azab) sampai batas waktu yang ditentukan, pastilah hukuman bagi mereka telah dilaksanakan. Dan sesungguhnya orang-orang yang mewarisi Kitab (Taurat dan Injil) setelah mereka (pada zaman Muhammad), benar-benar berada dalam keraguan yang mendalam tentang Kitab (Al-Qur'an) itu.

(QS. Asy-Syura ayat 14)

Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement