REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) DKI menyebut permintaan gaji sopir Metromini sebesar Rp 8 Juta perbulan berlebihan.
Anggota DPRD DKI Bestari Barus mengatakan perhitungan upah pegawai sudah memiliki mekanisme perhitungan tersendiri.
"Bukannya DKI tidak mampu, upah pegawai itu sudah diperhitungkan berdasarkan angka kelayakan hidup (KHL), lagi pula alasan mereka apa minta sebesar itu," kata Bestari Barus di Jakarta, Rabu (6/1).
Upah minimun yang bisa dibawa pulang sopir Transjakarta sebenarnya sudah mencapai Rp 6 juta. Nominal tersebut didapat dari dua kali lipat nilai Upah Minimum Provinsi (UMP) DKI sebesar Rp 3,1 juta.
Bestari menilai, upah minimun tersebut sebenarnya sudah sangat menguntungkan sopir Transjakarta. Terlebih, Bestari melanjutkan, pekerjaan sopir menjadi lebih tersusun rapih sekitar delapan jam sehari.
"Mereka memiliki jadwal kerja, bergiliran dan enggak perlu lagi keluar pagi pulang malam," kata Bestari.
Bestari melanjutkan, kalau memang sopir ingin mendapatkan penghasilan lebih, mereka disarankan mengerjakan usaha sampingan. Dia melanjutkan, wirausaha tersebut bisa dilakukan para sopir usai mengemudi bus Transjakarta keliling Ibu Kota.
Bestari mengatakan, rencana sistem gaji yang diberikan pemerintah provinsi kepada para sopir angkutan umum merupakan langkah positif. Upah minimal yang diterimapun sudah melebihi UMP yang diberikan pemerintah sehingga kehifupan sopir lebih sejahtera.
"Apalagi kalau sudah melebihi UMP artinya kan sudah sangat kayak. Coba kalau kita bandingkan dengan buruh, bisa-bisa mereka mau jadi sopir semua akan menjadi masalah baru," kata Bestari.