Kamis 21 Jan 2016 14:04 WIB

Komnas HAM: Negara Wajib Lindungi Pengikut Gafatar

Rep: Amri Amrullah/ Red: Karta Raharja Ucu
 Dua orang melepas tiang bendera di lokasi permukiman warga eks-Gafatar yang dibakar massa di kawasan Monton Panjang, Dusun Pangsuma, Desa Antibar, Mempawah Timur, Kabupaten Mempawah, Kalbar, Selasa (19/1). (Antara/Jessica Helena Wuysang)
Foto: Antara/Jessica Helena Wuysang
Dua orang melepas tiang bendera di lokasi permukiman warga eks-Gafatar yang dibakar massa di kawasan Monton Panjang, Dusun Pangsuma, Desa Antibar, Mempawah Timur, Kabupaten Mempawah, Kalbar, Selasa (19/1). (Antara/Jessica Helena Wuysang)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komnas HAM mengimbau pemerintah dapat melindungi pengikut Gafatar yang mengalami pengusiran dan penolakan di beberapa wilayah. Kasus pengusiran pengikut Gafatar dan pembakaran pemukiman di Kabupaten Mempawah, Kalimantan Barat adalah contohnya.

Komisioner Komnas HAM, Maneger Nasution mengatakan sebagai warga negara Indonesia, pemerintah harus tetap hadir memberikan perlindungan dan pemenuhan hak-hak konstitusional. Baik kepada para pengikut atau yang pernah di organisasi Gafatar.

"Negara harus memberikan perlindungan dan pemenuhan hak-hak konstitusional itu, karena mereka juga warga negara Indonesia," ujarnya, Kamis (21/1). Soal penegakan hukum, pemerintah juga diminta harus tetap melakukan proses hukum yang dilakukan oleh pengikut (pernah) Gafatar. Secara hukum harus dilihat kasus per kasus.

Komnas HAM masih memantau apakah dalam penanganan kasus Gafatar ada pelanggaran HAM. Sejauh ini Komnas HAM belum menyimpulkan ada pelanggaran HAM. Hal ini dikarenakan beberapa anggota Gafatar, melakukan tindakan kriminal murni.

Meski diakui, kebebasan beragama dan berkeyakinan di Indonesia dijamin oleh konstitusi, tapi di Indonesia hanya ada enam agama yang diakui. Menurut dia sejatinya negara tidak boleh intervensi, kecuali jika keberagamaan itu merusak moralitas publik, nilai-nilai agama, keamanan, ketertiban umum, dan kepentingan bangsa (pasal 28J ayat (2) UUD45 dan pasal 73 UU 39 tahun 1999 tentang HAM).

Dalam kasus per kasus, apa yang dilakukan oleh anggota (mantan) Gafatar itu kriminal atau tidak. Misalnya kasus dokter Rica Tri Handayani, dua pelaku membujuk untuk menguasai harta, dan hal ini termasuk kriminal murni. Untuk membuktikan apakah Gafatar salah, biarlah prores hukum yang menentukan. Karena itu, ada baiknya kasus Gafatar ini harus dilihat satu-satu.

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
يَسْتَفْتُوْنَكَۗ قُلِ اللّٰهُ يُفْتِيْكُمْ فِى الْكَلٰلَةِ ۗاِنِ امْرُؤٌا هَلَكَ لَيْسَ لَهٗ وَلَدٌ وَّلَهٗٓ اُخْتٌ فَلَهَا نِصْفُ مَا تَرَكَۚ وَهُوَ يَرِثُهَآ اِنْ لَّمْ يَكُنْ لَّهَا وَلَدٌ ۚ فَاِنْ كَانَتَا اثْنَتَيْنِ فَلَهُمَا الثُّلُثٰنِ مِمَّا تَرَكَ ۗوَاِنْ كَانُوْٓا اِخْوَةً رِّجَالًا وَّنِسَاۤءً فَلِلذَّكَرِ مِثْلُ حَظِّ الْاُنْثَيَيْنِۗ يُبَيِّنُ اللّٰهُ لَكُمْ اَنْ تَضِلُّوْا ۗ وَاللّٰهُ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيْمٌ ࣖ
Mereka meminta fatwa kepadamu (tentang kalalah). Katakanlah, “Allah memberi fatwa kepadamu tentang kalalah (yaitu), jika seseorang mati dan dia tidak mempunyai anak tetapi mempunyai saudara perempuan, maka bagiannya (saudara perempuannya itu) seperdua dari harta yang ditinggalkannya, dan saudaranya yang laki-laki mewarisi (seluruh harta saudara perempuan), jika dia tidak mempunyai anak. Tetapi jika saudara perempuan itu dua orang, maka bagi keduanya dua pertiga dari harta yang ditinggalkan. Dan jika mereka (ahli waris itu terdiri dari) saudara-saudara laki-laki dan perempuan, maka bagian seorang saudara laki-laki sama dengan bagian dua saudara perempuan. Allah menerangkan (hukum ini) kepadamu, agar kamu tidak sesat. Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.”

(QS. An-Nisa' ayat 176)

Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement