REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komnas HAM mengimbau pemerintah dapat melindungi pengikut Gafatar yang mengalami pengusiran dan penolakan di beberapa wilayah. Kasus pengusiran pengikut Gafatar dan pembakaran pemukiman di Kabupaten Mempawah, Kalimantan Barat adalah contohnya.
Komisioner Komnas HAM, Maneger Nasution mengatakan sebagai warga negara Indonesia, pemerintah harus tetap hadir memberikan perlindungan dan pemenuhan hak-hak konstitusional. Baik kepada para pengikut atau yang pernah di organisasi Gafatar.
"Negara harus memberikan perlindungan dan pemenuhan hak-hak konstitusional itu, karena mereka juga warga negara Indonesia," ujarnya, Kamis (21/1). Soal penegakan hukum, pemerintah juga diminta harus tetap melakukan proses hukum yang dilakukan oleh pengikut (pernah) Gafatar. Secara hukum harus dilihat kasus per kasus.
Komnas HAM masih memantau apakah dalam penanganan kasus Gafatar ada pelanggaran HAM. Sejauh ini Komnas HAM belum menyimpulkan ada pelanggaran HAM. Hal ini dikarenakan beberapa anggota Gafatar, melakukan tindakan kriminal murni.
Meski diakui, kebebasan beragama dan berkeyakinan di Indonesia dijamin oleh konstitusi, tapi di Indonesia hanya ada enam agama yang diakui. Menurut dia sejatinya negara tidak boleh intervensi, kecuali jika keberagamaan itu merusak moralitas publik, nilai-nilai agama, keamanan, ketertiban umum, dan kepentingan bangsa (pasal 28J ayat (2) UUD45 dan pasal 73 UU 39 tahun 1999 tentang HAM).
Dalam kasus per kasus, apa yang dilakukan oleh anggota (mantan) Gafatar itu kriminal atau tidak. Misalnya kasus dokter Rica Tri Handayani, dua pelaku membujuk untuk menguasai harta, dan hal ini termasuk kriminal murni. Untuk membuktikan apakah Gafatar salah, biarlah prores hukum yang menentukan. Karena itu, ada baiknya kasus Gafatar ini harus dilihat satu-satu.