Kamis 21 Jan 2016 16:08 WIB

Komisi IX: Pemerintah Ingin BNP2TKI Dihapus

Rep: Hasanul Rizqa/ Red: Bayu Hermawan
Ketua Komisi IX DPR Dede Yusuf.
Foto: Republika/Agung Supriyanto
Ketua Komisi IX DPR Dede Yusuf.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA --  Revisi Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2004 tentang Penempatan dan Perlindungan TKI di Luar Negeri sudah sampai tahap pembahasan di komisi terkait. Perubahan beleid tersebut merupakan salah satu program legislasi nasional prioritas 2016.

Ketua Komisi IX Dede Yusuf mengatakan pihaknya sudah menerima daftar isian masalah (DIM) yang disusun pemerintah. Namun, ia melanjutkan ada perubahan sekitar 50 persen dari DIM yang diserahkan antara lain Menaker, Menteri Dalam Negeri, Menteri Luar Negeri, Menteri PPPA, Menkumham, dan Menteri PAN RB itu.

Perubahan DIM itu terjadi lantaran pihak pemerintah sedang meninjau pembagian tugas pokok dan fungsi (Tupoksi) masing-masing kementerian yang berkaitan dengan perlindungan WNI di luar negeri.

Ia menuturkan, revisi UU Nomor 39/2004 sendiri akan berfokus pada soal perlindungan, bukan penempatan, TKI di luar negeri. Sehingga, pemerintah berinisiatif agar Kementerian Luar Negeri (Kemlu) mengambil alih tupoksi Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI). Lebih lanjut, kata Dede, pemerintah mewacanakan agar badan tersebut dihapus.

"Satu contoh. Pemerintah ingin menghapuskan Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI). Menurut pemerintah, itu akan dihapus. Fungsi perlindungan diberikan kepada Kementerian Luar Negeri," ujar politikus Partai Demokrat itu saat dihubungi, Kamis (21/1).

Komisi IX sendiri menginginkan agar BNP2TKI tetap menjalankan fungsi pengawasan. Sebab, badan tersebut dapat mengeluarkan rekomendasi bilamana ada sengketa antara TKI dan perusahaan penyalurnya. Pekan depan, lanjut Dede, Komisi IX akan menetapkan panitia kerja (Panja) terkait revisi beleid tersebut.

"Rencananya minggu depan kita akan pelajari, 50 persen DIM yang diubah pemerintah itu seperti apa," katanya.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement