REPUBLIKA.CO.ID, Tradisi budaya barat kerap menggunakan nama suami sebagai nama belakang istri. Nama belakang seperti Michelle Obama, Hillary Clinton, dan sebagainya digunakan.
Ini kemudian ditiru masyarakat Indonesia. Lantas, bagaimanakah syariat menyelesaikan hal ini? Ulama-ulama Timur Tengah dan mayoritas ulama kontemporer lainnya mengharamkan model penamaan ala Barat tersebut.
Seorang istri tetap harus memakai nama belakang ayahnya, bukan nama suaminya. Mereka berdalil dengan ayat Alquran, "Panggilah mereka (anak-anak angkat itu) dengan (memakai) nama bapak-bapak mereka." (QS al-Ahzab [33]: 5).
Dalam Asbabun Nuzul (latar belakang historis turunnya ayat) dari ayat tersebut, karena Nabi SAW memungut seorang anak angkat. Karena sayangnya Beliau SAW kepada Zaid, sang anak angkat, sampai-sampai Zaid dipanggil Zaid Muhammad atau Zaid bin Muhammad. Maka turunlah ayat ini yang melarang penyebutan nama sedemikian. Akhirnya Zaid dipanggil dengan Zaid bin Haritsah, karena bapak kandungnya bernama Haritsah.
Ayat ini menegaskan urusan penamaan seseorang tidaklah main-main dalam Islam. Jika anak angkat saja dilarang memakaikan nama ayah angkatnya sebagai nama belakangnya, apalagi seorang istri yang memakai nama belakang dari nama suaminya. Jelas hal ini diharamkan secara mutlak.
Markaz al-Fatwa Arab Saudi dalam keluaran fatwanya Nomor 17398 menyebutkan, mencantumkan nama belakang istri dengan nama suaminya tidak diperbolehkan. Demikian juga nama-nama orang lain selain dari ayah kandungnya sendiri. Jika anak tersebut lahir diluar nikah (hasil perzinahan) maka cukup dipakaikan nama belakang dari nama ibunya.
Markaz al-Fatawa juga menegaskan, pencantuman nama suami di belakang nama istri adalah tradisi orang kafir yang tak boleh diikuti. Berdalil dari hadis Nabi SAW, "Siapa yang menyerupai suatu kaum, maka ia digolongkan kepada kaum tersebut." (HR Abu Daud).
Tradisi penamaan orang Arab sebenarnya bersumber dari Alquran sendiri. Firman Allah SWT, "Panggilah mereka (anak-anak angkat itu) dengan (memakai) nama bapak-bapak mereka; Itulah yang lebih adil pada sisi Allah, dan jika kamu tidak mengetahui bapak-bapak mereka, Maka (panggilah mereka sebagai) saudara-saudaramu seagama dan maula-maulamu." (QS al-Ahzab [33]: 5).
Tradisi ini telah ada, tumbuh, dan berkembang bersama bangsa Arab bahkan sebelum adanya ajaran Islam yang dibawa Nabi Muhamamd SAW.
Dalam Alquran, Allah SWT juga menyebut nama-nama dengan mengikut sertakan nama belakang dari bapaknya. Misalnya dalam ayat, "Dan (ingatlah) Maryam binti Imran yang memelihara kehormatannya," (QS al-Ahzab [33]: 12). Demikian juga Nabi Isa AS yang lahir tanpa ayah. Ia juga disebut kaumnya dengan nama belakang ibunya, sebagaimana dalam ayat Alquran, "Dan karena ucapan mereka, sesungguhnya kami telah membunuh Al-Masih Isa bin Maryam, Rasulullah." (QS an-Nisa [4]: 156).