REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah tengah menyusun draft revisi Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2003 tentang tindak pidana terorisme.
Staf Khusus Presiden bidang Komunikasi, Johan Budi Sapto Pribowo, menyebut pembahasan revisi UU tersebut ditargetkan selesai dalam dua pekan.
"Presiden sudah memerintahkan kepada menteri terkait untuk membahasnya. Mereka diberi waktu dua minggu untuk membahas masukan-masukan, sebelum kemudian berdiskusi dengan DPR," kata Johan lewat pesan singkat pada Republika.co.id, Jumat (22/1).
Revisi UU terorisme sendiri, menurutnya telah masuk dalam program legislasi nasional (Prolegnas) di DPR. Sebelumnya, pada Kamis (21/1), Presiden Joko Widodo memutuskan untuk mengambil opsi revisi Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2003 tentang tindak pidana terorisme.
Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly mengatakan, opsi revisi dipilih karena dinilai memiliki risiko yang paling kecil dibanding jika pemerintah mengeluarkan peraturan pemerintah pengganti Undang-Undang (Perppu).
"Perppu itu, kalau DPR tidak setuju nanti langsung batal semua. Sudah capek-capek kita buat, ditolak, bubar semua. Tapi kalau revisi kan ada dialog, ada dialektika berpikir," kata Yasonna.
Dia sendiri optimistis Dewan akan memproses usulan revisi UU terorisme dengan cepat. Yasonna menargetkan, revisi tersebut dapat disetujui DPR paling lambat dalam dua masa sidang.