REPUBLIKA.CO.ID, NEW YORK -- Badan kesehatan PBB, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), akan menggelar pertemuan darurat pada Senin (1/2) untuk menentukan apakah virus zika merupakan wabah darurat global. Langkah ini diperlukan untuk segera menentukan tindakan mengatasinya.
Dilansir The Guardian, pertemuan yang akan digelar Senin itu akan menyarankan tanggapan internasional atas virus zika. Komite akan memutuskan apakah akan menetapkan virus ini sebagai darurat kesehatan global. Pertemuan dilakukan di tengah kritik akan respons lamban WHO.
Pada Kamis (28/1) Direktur Jenderal WHO Margaret Chan mengatakan virus menyebar secara eksplosif. Laporan terbaru dari Kolombia mendukung analisisnya. Laporan mengkonfirmasi 20.297 kasus akibat virus zika di negara Amerika Selatan itu. Sekitar 2.116 diantaranya menjangkiti wanita hamil.
Di Brasil, zika telah dikaitkan dengan 4.000 kasus penyebab mikrosepalus. Jumlah ini menimbulkan kekhawatiran global yang awalnya menganggap virus relatif jinak. Seorang profesor dari hukum kesehatan masyarakat di Universitas Georgetown, Lawrence Gostin, mengatakan zika harusnya telah dinyatakan sebagai keadaan darurat secepat klaim yang mengatakan virus berkaitan dengan mikrosepalus.
"Kritik utama saya adalah WHO di Jenewa. Setelah banyak dikecam atas respons (lambatnya) pada Ebola, sekarang melakukan yang sama dengan zika," kata Gostin kepada Reuters.
Tapi pejabat WHO mengatakan hingga kini sifat dari hubungan zika dengan penyebab mikrosepalus masih belum jelas.
Lembaga biologi molekuler Eijkman Institute mengatakan pada Ahad (31/1), mereka menemukan satu kasus positif zika di Sumatra. Penderita merupakan lelaki berusia 27 tahun yang baru bepergian dari luar negeri. Virus zika sebelumnya telah teridentifikasi di sejumlah kecil warga di Asia Tenggara, termasuk di Indonesia. Eijkman menyimpulkan untuk 'sementara' virus telah beredar di Indonesia.