REPUBLIKA.CO.ID, PATI -- Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Luhut Binsar Pandjaitan menganggap Nahdlatul Ulama (NU) merupakan salah satu pilar utama Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) dalam menghadapi paham radikal seperti Negara Islam Irak dan Suriah (ISIS).
"NU juga dianggap sebagai benteng yang cukup kuat bagi NKRI, sehingga warga NU memang perlu terlibat menghadapi paham radikal," ujarnya saat bersilaturahmi di Pondok Pesantren Maslakul Huda di Desa Kajen, Kecamatan Margoyoso, Kabupaten Pati, Jawa Tengah, Selasa (2/2).
Untuk itu, dia berharap, NU bisa ikut serta membentengi negeri ini agar tidak mudah dimasuki paham-paham radikal. Dia pun berharap para intelektual muda tekun belajar dalam menuntut ilmu, terutama dari kalangan NU mengingat kelompok radikal juga mulai menyasar berbagai kalangan.
"Model permainan kelompok paham radikal, biasanya mengkafirkan orang lain dan merasa dirinya lebih benar, meskipun kenyataannya tidak demikian," ujarnya.
Sementara upaya pemerintah, yakni dengan mengajukan revisi Undang-Undang Nomor 15/2003 tentang Tindak Pidana Terorisme.
"Nantinya, jika ada pihak-pihak yang berniat melakukan permufakatan jahat bisa ditangkap oleh polisi," ujarnya.
Selain itu, kata dia, warga Negara Indonesia yang terbukti bergabung dengan ISIS juga bisa dicabut kewarganegaraannya. Aturan yang ada selama ini, kata dia, belum mengatur hal-hal demikian, sehingga nantinya aturan lebih tegas lagi dalam menangani paham radikal.
Terkait kemungkinan revisi UU terorisme dianggap melanggar hak asasi manusia (HAM), dia berharap, nantinya tidak mudah membicarakan masalah isu-isu HAM karena bangsa ini sedang berupaya menjaga situasi wilayah tetap kondusif. Sejauh ini, kata dia, belum ada protes dari pegiat HAM atas revisi Undang-Undang tersebut.