REPUBLIKA.CO.ID, CIREBON -- Pembangunan PLTU II Cirebon dengan kapasitas 1 x 1.000 megawatt (MW) hingga kini masih belum bisa terealisasi. Pembangunan PLTU yang terletak di Kabupaten Cirebon itu harus menunggu revisi Perda tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW).
Perda RTRW yang baru dibuat pada 2011 lalu tersebut berlaku selama 20 tahun dan hanya bisa direvisi satu kali setelah lima tahun. Dengan demikian, perda itu baru bisa direvisi pada akhir 2016.
Presiden Director PT Cirebon Energi Prasarana, selaku pengelola PLTU II Cirebon, Heru Dewanto, menjelaskan, pihaknya telah mulai menyusun analisa mengenai dampak lingkungan (Amdal) sejak tahun lalu. Ditargetkan akan selesai pada Februari 2016 sehingga bisa memulai pembangunan kontruksi pada Mei 2016.
"Tapi agar Amdal bisa keluar, perlu ada kesesuaian dengan RTRW," kata Heru, di Cirebon, Senin (1/2) malam.
Namun ternyata, Perda RTRW baru bisa direvisi pada akhir 2016. Perda tersebut merupakan kewenangan pemerintah daerah untuk membuat dan merevisinya.
Heru pun berharap agar Presiden Joko Widodo membantu mengatasi masalah tersebut. Yakni dengan segera menerbitkan Keppres tentang revisi perda RTRW dan Keppres tentang program pembangunan infrastruktur listrik 35.000 MW.
"Keluhan soal revisi RTRW telah kami sampaikan kepada presiden, dan mendapat respons cepat," tutur Heru.
Heru optimistis jika Keppres tentang revisi RTRW dan Keppres tentang program pembangunan infrastruktur listrik 35.000 MW keluar, maka masalah Amdal bisa segera terselesaikan. Dengan demikian, target pemasangan tiang pancang PLTU II Cirebon pada Mei 2016 bisa terealisasi.
Keberadaan PLTU II Cirebon itu nantinya akan sama dengan PLTU I Cirebon berkapasitas 660 MW yang diresmikan pada 2012 lalu. Yakni menambah kapasitas pembangkit listrik di Jawa-Madura-Bali.