REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Penyidik Polda Metro Jaya menyiapkan bukti yang komprehensif dan tidak terbantahkan guna memperkuat kasus pembunuhan Wayan Mirna Salihin dengan tersangka Jessica Kumala Wongso.
"Dari pengalaman, kasus pembunuhan dengan racun itu rata-rata tidak ada pengakuan dari tersangka, sehingga dibutuhkan kejelian dan keahlian penyidik untuk membuktikan," kata Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Pol Muhammad Iqbal ketika ditemui di Polda Metro Jaya, Jakarta, Selasa (2/2).
Ketika ditanya mengenai perkembangan kasus, Iqbal menjawab saat ini sedang dalam tahap penguatan bukti dan belum bisa dipublikasikan. "Yang kami kejar bukan dari pengakuan tersangla, tapi fakta bukti yang terang benderang, yang tidak bisa disangkal lagi buktinya," katanya.
Selain itu, Polda Metro Jaya juga menyiapkan beberapa ahli untuk mendukung bukti, namun ia tidak mau menyebutkan berapa jumlah saksi ahli dan siapa saja saksi ahli tersebut, demi menjaga privasi.
Polda Metro Jaya menangkap Jessica di Hotel Neo Mangga Dua, Jakarta Utara pada Sabtu (30/1) sekitar pukul 07.00 WIB dengan sangkaan membunuh temannya, Wayan Mirna Salihin memakai racun jenis sianida yang dicampurkan ke dalam minuman kopi.
Selanjutnya, Jessica menjalani pemeriksaan selama 13 jam mulai pukul 09.00 WIB hingga 22.15 WIB di Mapolda Metro Jaya dengan didampingi pengacara, sebelum akhirnya polisi menahan tersangka sejak Sabtu (30/1).
Wayan Mirna Salihin alias Mirna meninggal dunia usai meminum es kopi vietnamese di Kafe Olivier, West Mall Grand Indonesia, Tanah Abang, Jakarta Pusat, Rabu (6/1). Jessica tiba lebih dulu dibanding Mirna dan rekan mereka, Hani di kafe tersebut pada pukul 16.09 WIB.
Selanjutnya, Jessica memesan minuman cocktail dan fashioned sazerac untuk dirinya dan Hani, sedangkan Mirna dipesankan es kopi vietnamese. Korban Mirna dan Hani tiba di lokasi sekitar pukul 17.00 WIB. Namun, Mirna kejang-kejang setelah meminum satu sedotan kopi tersebut.
Korban sempat dibawa ke klinik di pusat perbelanjaan terkenal tersebut sebelum dirujuk ke Rumah Sakit Abdi Waluyo, Menteng, Jakarta Pusat, namun nyawanya tidak tertolong.