REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menkumham) Yasonna Laoly mengakui program deradikalisasi narapidana (napi) teroris masih menjadi kendala di lembaga pemasyarakatan (lapas).
Dalam rapat kerja dengan Komisi III DPR RI Yasonna mengungkapkan tiga petugas lapas (sipir) yang menjadi radikal, setelah berinteraksi dengan napi teroris. Ketiga sipir itu gagal menjalankan program deradikalisasi karena minimnya pemahaman agama yang dimiliki.
"Ada tiga orang petugas lapas di Palembang, yang niatnya menderadikalisasi malah dia yg menjadi radikal," ujar Yasonna di Komisi III DPR RI, Rabu (3/2).
Diakui dia kendala program deradikalisasi napi teroris ini, karena petugas lapas yang masih minim dalam ilmu agama. Yasonna menilai deradikalisasi di lapas seharusnya dapat merekrut tokoh tokoh agama yang memiliki pemahaman agama yang mumpuni.
Namun karena adanya moratorium pegawai oleh Kementerian Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Kemenpan RB) pemenuhan kebutuhan ini termasuk penambahan tenaga sipir jadi sulit. "Kita sudah bersurat ke Kemenpan agar ada penambahan ini," katanya.
Selain itu agar program deradikalisasi berjalan efektif, pemisahan napi teroris dengan napi lain juga harus dilakukan. Saat ini telah disediakan blok khusus napi teroris dengan pengamanan lapas super maksimum. Seperti di Lapas Pasir Putih, Nusa Kambangan dan Gunung Sindur, agar deradikalisasi lebih komprehensif.