REPUBLIKA.CO.ID,GUNZBURG -- Ketika Rami Haki melarikan diri ke Jerman pada awal tahun 2015, gagasan untuk menjadi seorang pengusaha sama sekali tak ada dalam benaknya. Rami telah menikmati karir yang sukses sebagai seorang insinyur dan profesor teknik elektro di Damaskus, Suriah. Semua berubah setibanya di Jerman. Pria 38 tahun itu harus mengakui, sangat sulit baginya untuk mendapatkan pekerjaan yang layak lantaran keterbatasan berbahasa Jerman.
Rami tinggal di Gunzburg, sebuah kota Bavarian kuno dengan rumah-rumah tradisional dan jalan-jalan bersejarah. Dia tinggal di tempat penampungan pengungsi bersama istrinya, Hanaa, dan keempat anak mereka. Tempat penampungan itu berupa sebuah bangunan barak gaya lama. Sebanyak 42 orang tinggal bersama dalam delapan kamar besar.
Pemerintah Jerman memberikan 1,743 dolar AS kepada tiap keluarga untuk mensubsidi pengeluaran mereka. Tapi, kenyataan ini mengusik Rami. Ia tidak nyaman mengandalkan bantuan pemerintah. "Saya tidak ingin mengambil uang dari pelayanan sosial sepanjang waktu tanpa melakukan apa-apa. Itu sangat mengganggu pikiran saya," kata Rami dilansir Aljazirah.
Lelaki itu mencoba mengisi waktu dengan belajar bahasa Jerman, bahkan menjadi anggota klub menembak tradisional. Tapi, ketiadaan pekerjaan mulai menerornya. Selama beberapa bulan pertama, ungkapnya, setiap hari dia terbangun dengan penuh pertanyaan; mengapa ia datang ke Jerman.
Di Suriah, Rami adalah orang penting. Ia telah bekerja selama 20 tahun, tapi kini ia hanya duduk-duduk di rumah. Istrinya, Hana, juga orang berada. Ia satu-satunya ahli waris seorang tuan tanah kaya yang dibunuh. Hana bahkan sempat diincar akan dibunuh lantaran kekayaannya sebelum mereka bergegas meninggalkan Suriah.
Hasrat hidup Rami kembali menyala saat salah seorang kerabat di Suriah memberinya resep untuk membuat keju. Dia pun mulai bergelut di dapur. Awalnya, sangat sulit. Rami mencoba segala macam keju Jerman, Perancis, Denmark, bahkan Swiss, tapi tidak berhasil.
Rami bertanya di media sosial lokasi toko yang menjual keju akkawi putih yang dia inginkan, tapi tak ada satupun yang tahu. "Saya ingin makan apa yang saya makan selama 37 tahun di Suriah," kata dia. Sebuah gagasan kemudian mulai terbentuk di benak Rami. Ia memutuskan menjadi pembuat keju Suriah pertama di Jerman.
Seorang kerabat di Suriah memberinya resep, kemudian Rami dan istrinya mengumpulkan bahan. Ada susu segar, nigella, biji hitam yang digunakan dalam kuliner Suriah, rennet, dan garam. Perlahan, sepasang suami istri itu mengubah dapur barak menjadi laboratorium susu.
Mulanya, rasa dan tekstur akkawi yang ia harapkan masih kacau balau. Tapi, Rami terus mencoba dan mencoba. Hingga akhirnya, sang istri mengatakan rasa keju akkawi mereka sudah sempurna. Teman-temannya mencoba sepotong dan memberi komentar serupa.
Mereka bilang, keju itu pantas dijual. "Banyak orang ingin memesan keju saya," kata Rami bangga. Semangatnya kembali menyala. Bagi Rami, membuat akkawi telah memberinya tujuan baru; berbagi sepotong kecil kenangan tentang Suriah dengan warga Suriah di Jerman.
Suami istri itu kini telah memproduksi sekitar 10 kilogram keju sehari. Kendati demikian, jumlah itu belum dapat memenuhi permintaan. Rami berharap ia bisa memiliki dapur yang lebih besar untuk membuat keju. "Saya ingin membuat Jerman jatuh cinta dengan keju saya," kata dia.