Oleh: Prof. Nasaruddin Umar, Guru Besar UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kita bisa bayangkan lukisan hari akhirat itu seperti dikatakan dalam ayat, "Yaitu hari yang seorang karib tidak dapat memberi manfaat kepada karibnya sedikitpun, dan mereka tidak akan mendapat pertolongan". (QS al-Dukhan [44]:41).
Ayat lain lebih tegas: "Dan adapun orang yang berat timbangan (kebaikan)nya, maka dia berada dalam kehidupan yang memuaskan. Dan adapun orang-orang yang ringan timbangan (kebaikan)nya maka tempat kembalinya adalah neraka Hawiyah. Tahukah kamu apakah neraka Hawiyah itu? (yaitu) api yang sangat panas". (QS al-Qari'ah [101]:6-11).
Lukisan lain dari hari akhirat atau Hari Pembalasan itu ialah, "(yaitu) hari (ketika) mereka keluar (dari kubur); tiada suatu pun dari keadaan mereka yang tersembunyi bagi Allah. (Lalu Allah berfirman): "Kepunyaan siapakah kerajaan pada hari ini?" Kepunyaan Allah Yang Maha Esa lagi Maha Mengalahkan". (QS Gafir [40]:16). "(yaitu) hari (ketika) kamu (lari) berpaling ke belakang, tidak ada bagimu seorang pun yang menyelamatkan kamu dari (azab) Allah, dan siapa yang disesatkan Allah, niscaya tidak ada baginya seorang pun yang akan memberi petunjuk". (QS Gafir [40]:33).
"Patuhilah seruan Tuhanmu sebelum datang dari Allah suatu hari yang tidak dapat ditolak kedatangannya.Kamu tidak memperoleh tempat berlindung pada hari itu dan tidak (pula) dapat mengingkari (dosa-dosamu)". (QS al-Syura [42]:47). "yaitu hari yang seorang karib tidak dapat memberi manfaat kepada karibnya sedikitpun, dan mereka tidak akan mendapat pertolongan." (QS al-Dukhan [44]:41).
(Baca: Apa itu Hari Pembalasan)
"Di hari itu orang-orang kafir dan orang-orang yang mendurhakai rasul, ingin supaya mereka disama-ratakan dengan tanah, dan mereka tidak dapat menyembunyikan (dari Allah) sesuatu kejadianpun".(QS al-Nisa' [4]:42). Ayat-ayat tersebut melukiskan betapa dahsyatnya hari kiamat. Satu-satunya yang bisa memberi pertolongan ialah syafa'atnya Nabi Muhammad SAW.
Ada di kalangan ulama tafsir Isyari mengartikan yaum al-din bukan di akhirat tetapi bagian dari rangkaian hari kiamat. Sedangkan hari kiamat dalam perspektif tasawuf memiliki makna khusus, yang lebih menekankan peristiwa rohani. Dalam perspektif ini dibagi lagi ke dalam dua bagian. Pertama, kiamat kecil bersifat fisik-kealaman (al-qiyamah al-shugra al-afaqiyyah) dan kiamat kecil bersifat rohani-spiritual (al-qiyamah al-shugra al-anfusiyyah).
Kedua, kiamat besar bersifat fisik-kealaman (al-qiyamah al-kubra al-afaqiyyah) dan kiamat besar bersifat rohani-spiritual (al-qiyamah al-kubra al-anfusiyyah). Dalam perspektif lain, ada ulama yang membagi kiamat ke dalam tiga tahapan, yaitu kiamat kecil atau kiamat awal (al-qiyamah al-shugra), kiamat menengah (al-qiyamah wustha), dan kiamat besar (al-qiyamah al-kubra).
Yaum al-din dalam konteks ini diposisikan sebagai posisi terakhir dari perjalanan spiritual anak manusia. Penjelasan lebih lanjut tentang hal ini akan dijelaskan juga pada saat membahas ayat-ayat berikitunya dari surah al-Fatihah.