REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Valentine belum bisa dihilangkan dari kultur masyarakat Indonesia. Alih-alih mengalihkan, pelarangan yang selama ini ada acap kali memicu para pemuda untuk melanggar dan ikut merayakannya.
Pimpinan Lembaga Dakwah Kreatif iHaqi, Ustaz Erick Yusuf, mengatakan pelarangan-pelarangan memang tidak cukup untuk menghilangkan perayaan valentine di Indonesia. Menurut Erick, menghilangkan valentine harus dilakukan melalui proses-proses pengalihan, yang tentu lebih baik dilakukan dengan cara-cara alternatif.
"Jangan dihembuskan larangan-larangan, hembuskan berbagai alternatif kegiatan," kata Ustaz Erick kepada Republika.co.id, Senin (8/2).
Ia menuturkan kegiatan-kegiatan seperti nasyid, olahraga dan pengajian, dapat diberikan sebagai alternatif pilihan kegiatan para pemuda di Indonesia. Dengan kesibukan mengikuti berbagai acara, energi para pemuda akan dihabiskan lewat kegiatan-kegiatan positif, dan tidak tersisa untuk melakukan aktivitas-aktivitas lain dalam merayakan valentine.
Berbagai acara positif itu, lanjut Erick, dapat digaungkan untuk dilakukan lewat kounitas-komunitas yang ada di tengah masyarakat. Ia berpendapat, acara-acara positif yang kreatif akan dengan sendirinya menarik minat masyarakat, untuk ikut terlibat di dalamnya dan melupakan aktivitas-aktivitas merayakan valentine.
Erick menegaskan dakwah-dakwah memang harus dilakukan lewat cara yang kreatif, termasuk untuk mengurangi pengaruh valentine kepada masyarakat Indonesia. Ia menilai harus dipikirkan siasat-siasat yang menarik, yang tentu tujuannya mengalihkan perhatian masyarakat Indonesia dari merayakan valentine ke kegiatan positif.