REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Perhubungan (Kemenhub) menurunkan tarif sebesar 5 persen dari tarif batas atas dan tarif batas bawah penumpang pelayanan kelas ekonomi pesawat dalam negeri.
Kepala Biro Komunikasi dan Informasi Publik Kemenhub, J.A. Barata, mengatakan, penataan tarif tersebut dilakukan karena adanya fluktuasi harga avtur dan nilai tukar rupiah terhadap Dolar AS.
"Kuputusan penataan ini tertuang dalam Peraturan Menteri Perhubungan (Permenhub) Nomor PM 14 Tahun 2016 tentang Mekanisme Formulasi Perhitungan dan Penetapan Tarif Batas atas dan Batas Bawah Penumpang Pelayanan Ekonomi Angkutan Udara Niaga Berjadwal Dalam Negeri," ujarnya dalam jumpa pers bersama dengan INACA tentang Penetapan Tarif Angkutan Udara Niaga Berjadwal Dalam Negeri di Kantor Kemenhub, Jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta Pusat, Kamis (11/2).
Ia menyebut, penataan formulasi perhitungan dan penetapan tarif merupakan wujud perhatian Kemenhub untuk memberikan perlindungan kepada pengguna jasa transportasi dan Badan Usaha Angkutan Udara Niaga Berjadwal dari persaingan usaha tidak sehat.
Berdasarkan Permenhub PM 14 Tahun 2016, tarif penumpang pelayanan kelas ekonomi angkutan udara niaga berjadwal dalam negeri dihitung atas empat komponen seperti, tarif jarak (besaran tarif per rute penerbangan per satu kali penerbangan), pajak penghasilan (PPn), iuran wajib asuransi dan passenger service charge, serta biaya tambahan (surcharge) bila ada.
Selain itu, perhitungan tarif juga memperhatikan kelompok pelayanan yang diberikan Badan Usaha Angkutan Udara seperti, pelayanan full service yang memberikan pelayanan dengan standar maksimum dengan menerapkan tarif 100 persen dari tarif maksimum, Medium Service, memberikan pelayanan standar menengah yang dapat menerapakan tarif paling tinggi 90 persen dari tarif maksimum, dan No Frills yang memberikan standar minimum dan dapat menerapkan tarif paling tinggi 85 persen.
Sedangkan, untuk penerapan tarif batas bawah penumpang kelas ekonomi serendah-rendahnya 30 persen dari tarif batas atas sesuai kelompok pelayanan yang diberikan.
"Penetapan tarif batas bawah ini menjamin terpenuhinya aspek keselamatan dan menjaga agar badan usaha tetap sehat dan dapat meningkatkan pelayanan kepada pengguna jasa," lanjutnya.
Barata melanjutkan, badan usaha angkutan udara juga tidak boleh melebihi tarif dari jarak tertinggi yang diterapkan Kemenhub terkait penetapan tarif penumpang kelas ekonomi.
Kendati begitu, lanjut dia, badan usaha angkutan udara diperbolehkan melakukan perubaha tarif dengan syarat melaporkan kepada Dirjen Perhubungan Udara, dan menginformasikan kepada masyarakat 15 hari sebelum tarif diberlakukan.
Kemudian, badan usaha angkutan udara, ia katakan, wajib mencantumkan rincian komponen tarif pelayanan penumpang kelas ekonomi dan besaran biaya perjalanan jasa penumpang pesawat atau Passenger Service Charger di dalam tiket.
Bagi maskapai yang melanggar ketentuan tersebut, Barata mengatakan, ada sanksi yang akan diberikan Kemenhub, antara lain, peringatan, pengurangan frekuensi, penundaan pemberian izin rute, denda administratif dan pembekuan rute penerbangan.
Direktur Angkutan Udara Direktorat Jenderal Perhubungan Udara Kemenhub, Mariyati, mengatakan, penurunan tarif karena adanya fluktuasi harga avtur dan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS.
"Kenapa kita perhitungkan turun 5 persen karena ada yang beli dalam dolar (AS), walau avtur turun, sehingga rata-rata lima persen," ucapnya.
Ia mengklaim, sudah memperhitungkan matang-matang penurunan tarif tersebut, dengan mempertimbangkan nilai tukar rupiah sebesat Rp 14 ribu terhadap dolar AS.
"Untuk minyak avtur itu kan minyak dunia ywng turun drastis, tapi yang kita beli disini, Pertamina turunnya nggaka drastis sekali dan sudah pertimbangkan operation cost," sambungnya.
Meski begitu, ia menegaskan, para maskapai harus tetap menjaga pelayanan dari aspek keselamatan.
Maskapai, ia katakan, harus berjuang untuk memikat pelanggannya dengan harga terjangkau tanpa mengurangi aspek keselamatan dan keamanan penerbangan.
"Keamanan dan keselamatam nomor satu, enggak boleh dikurangi," tegasnya.
Agar tidak merugi, maskapai, ia nilai, harus melakukan efisiensi dari sisi operasionalnya supaya tidak terlalu boros
Asosiasi Maskapai Nasional Indonesia atau Indonesia National Air Transport Association (INACA) sendiri, mengharapkan, adanya kestabilan kurs dolar AS atau harga Avtur.
Sekretaris Jenderal INACA Tengku Burhanuddin mengatakan, naik-turunnya tarif pesawat memang suatu dinamika di tengah-tengah fluktuasi dolar AS dan juga harga avtur.
"Kenaikan tahun lalu avtur dan kurs naik luar biasa. Kita mengharapkan adanya kestabilan, apabila dolardan avtur bisa stabil, tenang (kita)," ujarnya.
Terkait efisiensi, ia menilai, bukan hanya tergantung pada biaya avtur dan fluktuasi rupiah terhadap dolar AS, melainkan juga pada sektor lain seperti tidak turunnya airport charge meski di satu sisi avtur dan dolar AS sedang melemah.
Selain itu, efisiensi juga bisa dilakukan jika delay akibat antrian landasan pacu bisa dikurangi, serta taxi way bisa dibenahi agar tidak terlalu lama 'nongkrong' di darat atau berputar-putar di atas.
"Yang dihemat operasionalnya, mudah-mudahan pak menteri mendorong pengematan seperti itu. Kita harapkan semuanya turun biar murah, kalau semuanya naik, ya naik (tarifnya)," ucap Tengku.
Ia menyebut, tidak ada maskapai yang menggunakan tarif batas atas 100 persen dari tarif maksimum, kecuali saat lebaran atau musim liburan.