REPUBLIKA.CO.ID, DENPASAR -- Pihak DPRD Provinsi Bali akhirnya menyetujui pencabutan Peraturan Daerah (Perda) No 5/ 2012 tentang Pengendalian Peredaran Minuman Beralkohol di Provinsi Bali. Ini merupakan tindak lanjut dari amanat Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) No. 6/M-DAG/PER/1/2015 tentang Distribusi Minuman Beralkohol.
"Pencabutan aturan ini sudah diamanatkan. Proses produksi dan distribusi (khususnya minuman beralkohol tradisional) selanjutnya tetap mengutamakan pembinaan dan pengawasan," kata Gubernur Provinsi Bali, I Made Mangku Pastika, Senin (15/2).
Dalam rapat paripurna di Ruang Sidang Utama DPRD Bali, Denpasar, pemerintah provinsi dan DPRD bersepakat untuk membentuk badan usaha bersama. Badan ini nantinya akan mengawasi pengelolaan produsen minuman beralkohol tradisional di Bali.
Ketua Pansus Revisi Perda Pengendalian Peredaran Minuman Beralkohol DPRD Bali, I Ketut Tama Tenaya sebelumnya menekankan hal penting selain pengawasan dan distribusi minuman beralkohol di Bali.
Pemerintah provinsi, kabupaten, dan kota perlu berkomitmen melindungi produsen minuman beralkohol tradisional dan memberantas peredaran minuman beralkohol oplosan.
"Produsen-produsen lokal, seperti penduduk di Karangasem harus dilindungi. Jangan sampai yang tradisional ini hanya dikuasai pabrik-pabrik besar," ujarnya.
Minuman beralkohol tradisional Bali terdiri dari arak, brem atau tuak. Produk khas ini sudah turun temurun diproduksi, khususnya dalam penyelenggaraan upacara adat dalam kepercayaan Hindu Bali.
Pembuatan minuman beralkohol tradisional di Bali tak dipungkiri menggerakkan roda perekonomian masyarakat. Mereka selayaknya mendapat perlindungan dan pembinaan untuk standardisasi produk, bukan menjadi obyek pemerasan atas nama hukum oleh oknum-oknum tertentu.