Selasa 16 Feb 2016 16:45 WIB

UNDP Indonesia Enggan Komentari Permintaan JK

Rep: Umi Nur Fadilah/ Red: Indira Rezkisari
Bendera PBB, lembaga utama yang menaungi UNDP.
Foto: ist
Bendera PBB, lembaga utama yang menaungi UNDP.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- United Nations Development Programme (UNDP) di Indonesia belum bersedia mengomentari pernyataan Wakil Presiden Jusuf Kalla (JK) ihwal permintaan menghentikan program dukungan pada LGBT di Indonesia.

Communications Specialist UNDP di Indonesia, Tommy, mengatakan, menanggapi permintaan Wakil Presiden Jusuf Kalla, UNDP Indonesia sudah mengadakan pembicaraan dengan UNDP Regional yang bermarkas di Bangkok.

"Kami sudah mengadakan pembicaraan dengan Pemerintah Indonesia, dan kami begitu juga dengan UNDP di Bangkok," ujar dia kepada Republika.co.id, Selasa (16/2).

Namun, Tommy masih enggan mengatakan respons dari UNDP Regional terkait permintaan tersebut. Ia juga enggan menjabarkan, selama ini dana UNDP untuk program LGBT di Indonesia diperuntukkan apa saja, termasuk lembaga apa saja yang menerima dana senilai 8 juta dolar AS.

"Untuk saat ini, saya baru bisa memberikan respons itu saja. Belum bisa kasih komentar apa-apa," kata Tommy.

Sebelumnya, pemerintah mengungkapkan adanya tekanan dari lembaga-lembaga internasional terkait kampanye lesbian, gay, biseksual, dan transgender (LGBT). Diketahui pula, UNDP mengucurkan 8 juta dolar AS pada periode 2014-2017 untuk advokasi LGBT, termasuk di Indonesia.

Wakil Presiden Jusuf Kalla mengatakan, Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) telah memanggil perwakilan UNDP di Indonesia soal dana untuk advokasi LGBT. Menurut dia, UNDP membantahnya dan mengaku tak tahu aliran dana untuk LGBT di Indonesia.

"Secara formal (UNDP), tidak (berikan dana). Mungkin diberikan oleh LSM," kata JK di kantornya, kemarin.

Ia pun menegaskan, pemerintah meminta UNDP menghentikan program dukungan LGBT di Indonesia. "Iya, begitu keterangan dari UNDP itu, yang kemudian kita minta untuk jangan diteruskan. Hentikan itu program yang menurut kabarnya termasuk Indonesia."

Kalla menilai, kelainan seksual yang terjadi pada LGBT merupakan masalah pribadi. Jadi, tak dibenarkan kalau menjadi gerakan untuk memengaruhi orang lain. ''Kalau itu urusan pribadi lah. Tapi, kalau dia menyebarkan, pasti kita tidak setuju," kata dia.

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement