REPUBLIKA.CO.ID, Pengamanan anti-teror pemerintah Prancis mengusik Muslim negara tersebut. Pasca serangan di Paris November 2015 Prancis memperketat antisipasi gerakan teroris. Namun pencegahan-pencegahan teror oleh pemerintah dirasa keterlaluan bagi Muslim Prancis. Dilansir dari New York Times Kamis (18/2), aksi pengamanan itu berisiko mengasingkan Muslim Prancis.
Kewenangan darurat bagi polisi Prancis kini memperbolehkan penggeledahan tanpa surat atau penelaahan yuridis. Bahkan polisi dapat menjatuhkan hukuman tahanan rumah bagi warga yang mereka curigai walau tidak ada bukti mumpuni menunjukkan pelanggaran dan keterkaitan mereka sebagai teroris.
"Mereka merusak semuanya," ujar Muslim Prancis yang tengah menjalani masa tahanan rumah, Daoud Muradyan. Muradyan yang tinggal di Prancis sejak 2007 dicurigai pemerintah sebagai ekstremis setelah diketahui berinteraksi dengan imam radikal. Pemerintah mendapati Muradyan sebelum serangan Paris pergi ke Brussels, tempat asal beberapa teroris yang menyerang November lalu.
Muradyan adalah satu dari para Muslim yang privasinya diserang. Penggeledahan yang dilakukan polisi Prancis tersebut faktanya hanya menghasilkan kurang dari satu persen bahan investigasi terorisme.
Kasus penggeledahan yang cukup masif dibicarakan adalah saat polisi masuk ke sebuah restoran halal. Secara mendadak polisi memerintahkan pengunjung yang tengah makan mengangkat tangan, tetapi tidak memeriksa apapun. Seringkali penggeledahan dilakukan tanpa alasan jelas dan merusak barang-barang pemilik rumah atau tempat bisnis.