REPUBLIKA.CO.ID, TASIKMALAYA -- Awal tahun 2016 nyamuk Aedes Aegypti penyebab Dengue Haemorrhagic Fever atau Demam Berdarah (DBD) mewabah di wilayah Priangan Timur Jawa Barat.
Di awal tahun sudah ratusan orang terjangkit DBD. Bahkan beberapa penderita DBD ada yang sampai meninggal dunia.
Kasubag Pengendalian Penyakit dan Kesehatan Lingkungan, Dinas Kesehatan (Dinkes) Kota Tasikmalaya, Didin Fitriyadi mengatakan, kasus DBD di wilayah Kota Tasikmalaya kemungkinan puncaknya terjadi pada Januari, di bulan tersebut ditemukan 98 kasus DBD dan satu orang di antaranya meninggal dunia. Kemudian, pada Februari ditemukan 15 kasus DBD yang mengakibatkan satu orang meninggal dunia.
"Biasanya puncak kasus DBD terjadi pada Januari sampai Maret makanya kami masih tetap siaga dan seluruh tatanan Dinas Kesehatan pun tetap siaga," kata Didin kepada Republika, Selasa (23/2).
Berdasarkan catatan Dinkes Kota Tasikmalaya, di 2013 ditemukan 848 kasus DBD. Tahun berikut tidak mengalami penurunan yang signifikan, di 2014 ditemukan 839 kasus DBD yang mengakibatkan enam orang meninggal dunia. Kemudian, di 2015 ada lima orang yang meninggal dunia dari 802 kasus DBD yang ditemukan.
Kabid Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan (P2PL) Dinkes Kabupaten Tasikmalaya, Dr. Eli Hendalia menjelaskan, Januari awal tahun ini ditemukan 81 kasus DBD.
Kemudian kasusnya bertambah banyak pada Februari, sampai Selasa (23/2) sudah ditemukan 95 kasus DBD. Meski sejauh ini tidak ada yang meninggal dunia karena DBD, masyarakat harus tetap waspada karena DBD bisa mengakibatkan kematian.
Di wilayah Kabupaten Tasikmalaya, epidemi DBD berada di wilayah selatan yang dekat dengan pesisir. Kasus terbanyak ditemukan di Kecamatan Cikalong, Bantarkalong, Parung Ponteng, Cipatujah dan Cibalong. Dikatakan Dr. Eli, sementara di wilayah padat pemukiman seperti di Kecamatan Singaparna kasus DBD yang ditemukan menurun.
Dr. Eli menjelaskan, hal ini dikarenakan program pemantauan jentik nyamuk dimulai dari kawasan yang padat pemukiman. Namun, sekarang semua daerah yang dianggap rawan menjadi fokus perhatian pengelola program pemberantasan jentik nyamuk.
"Sampai sekarang semua kader program pemberantasan jentik, Puskesmas sebagai kepanjangan dari Dinas Kesehatan dan masyarakat harus melakukan kewaspadaan dini terhadap serangan nyamuk Aedes Aegypti," ujar Dr. Eli.
Di Kabupaten Tasikmalaya, ditemukan 247 kasus DBD di 2014. Kemudian, kasusnya bertambah di 2015 ditemukan 388 kasus DBD. Sementara, di Kabupaten Garut, ditemukan sekitar 600 kasus DBD sepanjang 2014. Di tahun berikutnya di 2015 ditemukan 500 kasus DBD.
Kadis Kesehatan Kabupaten Garut, Dr. Tenni S Rivai mengatakan, sejak Januari sampai Febuari 2016 ditemukan 65 kasus DBD. Kasus terbanyak ditemukan di daerah padat pemukiman seperti di Garut Kota, Tarogong Kaler, Kudul dan Banyuresmi. Sebagai upaya pencegahan agar tidak sampai ada korban jiwa karena DBD, dilakukan fogging di wilayah yang positif menjadi epidemi DBD.
Dr. Tenni menegaskan, yang paling penting adalah pemberantasan sarang nyamuk. Sebab larva nyamuk kalau diberi fogging saja tidak akan mati.
"Biasanya puncak serangan nyamuk penyebab DBD terjadi pada Maret dan April kedepannya kami waspada dan mudah-mudahan tidak terjadi lonjakan kasus maka untuk mengantisipasi itu semua muspika dilibatkan," jelas Dr. Tenni.
Kemudian, di Kota Banjar pada awal tahun ini ditemukan 104 kasus DBD dan terdapat dua balita yang meninggal dunia akibat DBD. Sementara, di Kabupaten Ciamis ditemukan 78 kasus DBD sejak Januari sampai pekan ketiga Februari.
Kadis Kesehatan Kota Banjar, Oman Rohman tetap mengimbau masyarakatnya untuk selalu waspada terhadap nyamuk penyebab DBD sepanjang musim hujan ini.
Begitu pula Kadis Kesehatan Kabupaten Ciamis, Dr Engkan Iskandar menegsakan, masyarakat yang tinggal di wilayah padat pemukiman harus waspada. Sebab, wilayah padat pemukiman biasanya dijadikan tempat nyamuk bersarang.