Kamis 25 Feb 2016 16:44 WIB

DPR Dorong KPI Mendenda Siaran yang Melanggar Kode Etik

Rep: Agus Raharjo/ Red: Angga Indrawan
Wakil Ketua Komisi I DPR Hanafi Rais.
Foto: Antara
Wakil Ketua Komisi I DPR Hanafi Rais.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- DPR RI sedang menginisiasi draf Rancangan Undang-Undang Penyiaran yang baru. Dalam draf yang akan menggantikan UU Penyiaran lama, akan dimasukkan instrumen denda konten yang melanggar kode etik penyiaran. Wakil Ketua Komisi I DPR RI, Hanafi Rais mengatakan, kewenangan untuk memberikan hukuman denda akan didorong ke Komisi Penyiaran Indonesia (KPI).

“Kita dorong supaya KPI punya wewenang untuk ikut dan layak memberi hukuman denda, bukan hanya memberi teguran saja,” tutur Hanafi di kompleks parlemen Senayan, Kamis (25/2).

Selama ini, KPI hanya memiliki kewenangan untuk memberikan teguran pada stasiun televisi yang menampilkan konten tidak sesuai dengan kode etik penyiaran. Jadi, setelah RUU Penyiaran ini disahkan menjadi UU pengganti UU nomor 32 tahun 2002, KPI akan mendapat kewenangan lebih besar untuk memberikan hukuman denda atau bahkan penghentian acara di stasiun televisi.

Menurut Hanafi, denda ini harus memberikan efek jera bagi stasiun TV yang melakukan pelanggaran. Yang selama ini terjadi, konten siaran yang mendapat teguran dari KPI dapat mengulangi siarannya hanya dengan mengganti judul siaran atau jam tayang. Hal ini disebabkan, teguran yang dilayangkan oleh KPI tidak menghentikan profit dari acara yang kontennya terdapat unsur pelanggaran tersebut.

Dalam sistem hukuman denda ini, diharapkan setiap terjadi pelanggaran, maka stasiun yang bersangkutan akan didenda. Sampai sekarang, imbuh politikus Partai Amanat Nasional (PAN) ini, ide pemberian denda ini belum sampai pada implementasi teknis. 

Komisi I masih menggodok regulasi baru denda pada konten siaran yang melanggar kode etik penyiaran. Namun, Hanafi mengusulkan besaran denda yang akan diberikan pada siaran yang melanggar kode etik penyiaran sama dengan keuntungan yang didapatkan dari acara tersebut. 

Semakin sering terjadi pelanggaran, semakin besar denda yang akan dikeluarkan pihak stasiun TV. “Semakin banyak pelanggaran, pendapatan negara juga semakin besar, namun semangatnya adalah lebih menyehatkan konten siaran,” tegas dia.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement