REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Direktur Maarif Institute, Fajar Riza Ul Haq mengatakan saat ini belum ada pandangan keagamaan yang fokus pada korban terorisme. Tidak heran jika kemudian, terorisme masih menyisakan masalah-masalah sosial.
Namun problematika kemasyarakatan tersebut banyak diabaikan, bahkan oleh organisasi-organisasi keagamaan mainstream di Indonesia. Perhatian terhadap korban terorisme pun dirasa masih kurang proporsional.
"Belum ada satu pandangan keagamaan yang lebih humanis, lebih fokus korban dalam menangani masalah terorisme," kata Fajar dalam diskusi terbatas mengenai kajian penyusunan buku 'Fikih Tentang Terorisme,' di Jakarta, Kamis (25/2).
'Korban' dalam hal ini keluarga dari pelaku dan juga pelaku itu sendiri. Contohnya adalah kasus pelaku teror yang meninggal dan warga setempat menolak untuk menguburkan karena dianggap akan menodai.
Fajar melihat, belum ada penyelesaian mengenai pandangan semacam itu. Masalah tersebut menjadi latar belakang Institute Maarif merumuskan buku fikih terorisme.
Fajar menambahkan pembahasan ini merupakan respon Islam untuk kembali memahami dan menyikapi persoalan terorisme.
Diharapkan dengan disusunnya buku fikih ini, ia mengungkapkan, organisasi keagamaan besar seperti Nahdlatul Ulama (NU) dan Muhammadiyah makin gencar membantu proses deradikalisasi serta memberi perhatian pada korban terorisme. Selain itu, buku fikih terorisme dapat menjadi panduan bagi masyarakat untuk memahami persoalan terorisme.
"Masyarakat butuh panduan lebih mudah tentang hubungan Islam dan terorisme," kata Fajar menegaskan.