Senin 29 Feb 2016 14:15 WIB

Aturan Pejabat Publik Mundur Saat Pilkada Diubah?

Rep: Fauziah Mursid/ Red: Esthi Maharani
Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo menyampaikan pernyataan pers tentang kebijakan dan agenda prioritas Kemendagri pada tahun 2015 dan 2016 di Kantor Pusat Kemendagri, Jakarta, Selasa (6/1).
Foto: Republika/Tahta Aidilla
Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo menyampaikan pernyataan pers tentang kebijakan dan agenda prioritas Kemendagri pada tahun 2015 dan 2016 di Kantor Pusat Kemendagri, Jakarta, Selasa (6/1).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo mengungkapkan, dalam draft Revisi Undang-Undang Pilkada ada beberapa hal yang masih diperdebatkan. Salah satunya aturan tentang ketentuan anggota DPR, DPD, DPRD, PNS dan TNI/Polri untuk mundur jika mencalonkan sebagai kepala daerah.

"Masih debatable (perdebatan), terkait poin ini, harus mundur atau tidak, kami berharap ini bisa dibahas lagi dengan DPR," kata Mendagri dalam rapat dengar pendapat dengan Komisi II DPR RI, di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Senin (29/2).

Tjahjo pun berharap Komisi II tetap memperhatikan putusan Mahkamah Konstitusi karena dalam draft RUU tersebut, Kemendagri masih mencantumkan ketentuan mundurnya anggota untuk maju Pilkada, sesuai dengan Putusan MK.

"Kami mohon bantuan dan perhatian komisi II, mengenai enam subtansi putusan MK. Mengenai kewajiban PNS mundur, DPR, DPRD, DPD, dan mantan napi," ujarnya.

Selain itu, Tjahjo mengungkapkan poin krusial lain dalam RUU Pilkada terkait status tersangka calon kepala daerah. Termasuk diantaranya, persoalan terpidana bebas bersyarat.

"Posisi tersangka (di RUU) kita tetap azas praduga tak bersalah, kemarin juga ada yang dilantik di lapas, bebas bersyarat juga menjadi bahan debat," ujarnya.

Selain dua hal tersebut, hasil rapat harmonisasi revisi UU Pilkada mengerucut pada poin-poin berikut:

1. Mengenai pengunduran diri PNS/TNI Polri yang ditetapkan sebagai calon, tetap mengacu pada putusan MK, harus Mundur sebaga pegawai negeri.

2. Anggota DPR, DPD, Dan DPRD juga harus mundur saat ditetapkan sebagai calon sebagaimana keputusan MK.

3. Mantan Narapidana sebagai calon harus mengumumkan ke publik bahwa yang bersangkutan adalah mantan narapidana.

4. Penyesuaian norma untuk calon tunggal disesuaikan dengan putusan MK yang lalu. Dipertegas dengan sanksi bagi parpol yang tidak mau mencalonkan.

5. Calon perorangan, syarat persentase minimal pendukungnya tidak didasarkan pada jumlah penduduk tetapi pada jumlah DPT pada Pilkada sebelumnya.

6. Rumusan Petahana dipertegas sebagai berikut:

Petahana adalah Gubernur/Wagub, Bupati/Wakil Bupati, Walikota/Wakil wali Kota yang sedang menjabat dan dipilih melalui proses politik yang ikut ataupun tidak ikut dalam pilkada.

7. Ada tambahan pasal mengenai Pelantikan Serentak

8. Beban pembiayaan diusulkan tetap APBD atau dicoba diusulkan APBN dengan tentunya pertimbangan Menteri Keuangan RI, khusus untuk 2017 masih menggunakan APBD.

9. Sanksi tegas dengan menganulir kemenangan hasil pilkada bila terbukti main politik.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement