REPUBLIKA.CO.ID, BANDAR LAMPUNG – Pengelola budidaya ikan kerapu yang tersebar di perairan Teluk Lampung terancam gulung tikar. Hal ini karena, ikan yang siap panen, tidak dapat dijual atau diekspor ke Hongkong, lantaran adanya larangan kapal asing masuk wilayahnya.
Ketua Pembina Forum Kerapu Keramba Jaring Apung Teluk Lampung, Edward Siallagan, mengatakan sejak 1 Februari lalu, tidak ada lagi kapal asing yang biasa membeli ikan kerapu hasil budidaya masyarakat. “Kami harus jual kemana ikan kerapu ini. Serapan pasaran lokal tidak banyak,” kata Edward di Bandar Lampung, Rabu (16/3).
Ia mengatakan terdapat 42 pengelola usaha budidaya ikan kerapu di Teluk Lampung. Dari jumlah tersebut total semuanya ada 2.500 keramba jaring apung (KJA) yang akan terancam bangkrut, karena tidak bisa menjual hasil panennya, sejak keluarnya Surat Edaran (SE) Dirjen Perikanan Budidaya, 1 Februari 2016.
Menurut dia, SE Dirjen Perikanan Budidaya yang menyetop kapal asing masuk perairan Indonesia, dapat mematikan usaha budidaya ikan kerapu di seluruh nusantara, termasuk yang terbesar di Teluk Lampung. Selama ini, ia mengatakan kapal asing dari Hongkong dapat masuk ke perairan Teluk Lampung, sejak diberlakukan 1 Februari tersebut, sudah tidak ada lagi kapal, dan otomatis tidak bisa menjualnya ke kapal tersebut.
Ia mengatakan sampai Desember 2016, produksi budidaya ikan kerapu di Teluk Lampung akan mencapai 500 ton. Jumlah sebesar itu tidak akan bisa dijual atau diekspor ke luar negeri. Sedangkan memasok ke perdagangan lokal tidak mampu dan harganya pun merosot. “Kalau ini tidak diubah peraturannya, maka banyak pengusaha budidaya ikan kerapu di Indonesia banyak yang bangkrut,” ujar Edward yang sudah mengelola budidaya ikan kerapu sejak tahun 1991.
Kementerian Kelautan dan Perikanan Dirjen Perikanan Budidaya, mengeluarkan SE nomor 721/DPB/PB.510.S4/II/2016 tentang Kapal Pengangkut ikan Hasil Pembudidayaan Berbendera Asing. Isinya, antara lain menghentikan operasional bagi kapal pengangkut ikan hasil pembudidayaan berbendera asing.