REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ahli Hukum Pidana dan Kriminolog, Priyo Jatmiko menilai aksi narapidana membakar Rutan Malabero, Bengkulu, bisa terjadi karena lemahnya pengawasan di dalam Rutan.
"Berarti selama ini pengawasan di Rutan kurang ketat," ujarnya, Sabtu (26/3).
Selain itu, kasus tersebut juga menunjukan jika perlawanan dari pelaku dan jaringan pengedar Narkoba semakin keras. Sebab meski berada di dalam penjara, mereka masih bisa melakukan bisnis kotor.
Priyo mengatakan selain lemahnya pengawasan, bukan tidak mungkin ada kerjasama dengan petugas Rutan, sehingga bisa saja banyak barang bukti Narkoba di dalam Rutan itu
Priyo melanjutkan, petugas keamanan tidak boleh melunak dalam memerangi peredaran Narkoba di dalam Rutan. Hal ini juga menjadi ujian bagi penegakan hukum dalam memberantas peredaran Narkoba di seluruh Indonesia.
"Memang ini bentuk perlawanan dari bandar narkoba kalau ketangkep hukuman akan semakin keras," katanya.
Untuk itu, Dirjen Lapas harus memperketat keamanan di dalam rutan. Misalkan tidak ada apa-apa, para narapidana tidak mungkin melakukan hal semacam itu.
Menurutnya, Badan Narkotika Nasional (BNN) penanganannya sudah cukup keras, jadi kemungkinan itu bentuk perlawanan mereka. Semakin keras penindakan hukum, resistensi perlawanan makin keras.
Sekitar pukul 20.30 Wib, Jumat (25/3), kebakaran terjadi di Rutan Malabero Bengkulu. Saat itu, Badan Nasional Narkotika Provinsi (BNNP) tengah menggeledah Rutan Bengkulu.
Ternyata terjadi perlawanan oleh tahanan dengan menjebol pintu hunian D dan membakar seluruh blok hunian A, B, C, kecuali blok wanita.