REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ada beberapa pelajaran penting yang bisa dipetik dari kisah Suami-Istri menjaga Keimanan dan Ketakwaan. Pertama, anjuran berdakwah dan mencegah kemungkaran. Seorang Muslim harus mampu mencegah kemungkaran dengan segala kemungkinan dan potensi yang ia miliki.
Ini seperti penegasan yang hadis diriwayatkan Muslim. "Barang siapa di antaramu melihat sesuatu kemungkaran, hendaklah (berusaha) memperbaikinya dengan tangannya (kekuasaan). Bila tidak mungkin, hendaklah berusaha memperbaikinya dengan lidahnya (nasihat). Bila tidak mungkin pula, hendaklah mengingkari dengan hatinya (tinggalkan). Itulah selemah-lemah iman."
Pelajaran yang kedua, hendaknya setiap Muslim tetap konsisten untuk meluruskan niat jika semua yang kita kerjakan demi mendapatkan keridhaan Allah SWT. Bukan mengerjakan suatu perkara demi tercapainya kebutuhan berupa materi maupun tercapainya cita-cita demi meningkatkan status sosial di dunia.
"Padahal, mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama yang lurus dan supaya mereka mendirikan shalat dan menunaikan zakat; dan yang demikian itulah agama yang lurus." (QS al-Bayyinah [98]: 5).
Jangan sampai iblis dengan segala tipu dayanya merusak konsistensi keimanan dan ketakwaan yang selama ini kita jaga. Pada kenyataanya sudah banyak umat manusia terperangkap tibu daya iblis. Ingatlah bahwa Allah SWT berjanji akan mencukupi segala keperluan seorang hamba jika ia mau bersabar dan tetap berada dalam keimanan dan ketakwaan. Ini seperti penegasan firman Allah surah at-Thalaq.
"Barang siapa bertakwa kepada Allah niscaya Dia akan mengadakan baginya jalan keluar. Dan memberinya rezeki dari arah yang tiada disangka-sangkanya. Dan barang siapa yang bertawakal kepada Allah, niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan)-nya. Sesungguhnya Allah melaksanakan urusan yang (dikehendaki)-Nya. Sesungguhnya Allah telah mengadakan ketentuan bagi tiap-tiap sesuatu.