REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti menegaskan sumber daya perikanan di laut Arafuru dan Natuna merupakan milik Republik Indonesia sehingga pihaknya juga bakal menindak tegas pihak asing yang melanggar kedaulatan nasional.
"Laut Arafuru dan Natuna bukan milik kapal-kapal Thailand, Cina, Vietnam, tetapi milik kapal-kapal Indonesia," kata Susi Pudjiastuti di Jakarta, Rabu (30/3).
Menteri Susi mengemukakan, banyak kapal asing yang mengincar perairan Indonesia antara lain karena kayanya sumber daya ikan, seperti sekitar 60 persen tuna dunia datang dari lautan Indonesia.
Selain itu, ujar dia, pihaknya saat ini hanya ingin mengubah penangkapan ikan secara ilegal menjadi penangkapan ikan yang legal, tercatat, dan teregulasi dengan baik sehingga juga bermanfaat bagi negara.
"Saya tidak setuju pandangan yang mengatakan mubazir karena kapal kita tidak bisa ke ZEE (Zona Ekonomi Ekslusif)," ucapnya.
Ia mengingatkan bahwa kapal nelayan dari daerah seperti Tegal dan Rembang (Jawa Tengah) juga telah melaut hingga ke perairan Australia dan ada dari mereka yang juga ditangkap oleh aparat negara Kangguru tersebut, karena dinilai telah melanggar teritorial mereka.
Sebagaimana diwartakan, Pemerintah Indonesia diminta untuk lebih tegas kepada Cina di mana kapal-kapal ikan asal negara Tirai Bambu tersebut kerap ditemukan melanggar regulasi penangkapan ikan di kawasan perairan Republik Indonesia.
Sebelumnya, Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) mendeteksi adanya pergerakan kapal yang diduga menangkap ikan secara ilegal di perairan Natuna, Sabtu (19/3), sekitar pukul 14.15 WIB.
Kapal tersebut diketahui sebagai KM Kway Fey yang berbendera Cina. Kemudian, kapal milik KKP yakni KP Hiu 11 mendatangi kapal motor tersebut dan mengamankan delapan awak buah kapal (ABK).
Kemudian, saat KM Kway Fey akan dibawa petugas KKP, tiba-tiba datang kapal coastguard Cina yang datang mendekat dan menabrak Kway Fey, dengan dugaan agar kapal ikan asal Cina tersebut tidak bisa dibawa ke daratan Indonesia.