REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Wakil Ketua Umum Partai Gerindra, Fadli Zon mengeluhkan minimnya sumber dana yang diterima partai politik. Ia menjelaskan dana yang diberikan pemerintah kepada parpol dijatah. Setiap suara yang diperoleh 'dihargai' Rp 108 per suara.
Jumlah tersebut ditambah dengan sumbangan wajib anggota yang duduk di kursi legislatif dianggap belum mampu membiayai seluruh kegiatan parpol.
“Jadi bagaimana (parpol) diharapkan tidak melakukan penyimpangan, orang enggak ada dananya,” ujar Fadli dalam Diskusi Publik 'Jalur Perseorangan: Penguatan Demokrasi atau Deparpolisasi di MMD Initiative, Menteng, Jakarta, Rabu (30/3).
Ini juga yang menurut Fadli membuat Parpol kerap menanyai calon yang akan maju apakah memiliki finansial cukup untuk membiayai keikutsertaannya di Pemilu. Namun ia enggan menyebut hal itu sebagai mahar politik melainkan biaya politik yang dikeluarkan selama Pemilu berlangsung.
“Ini makanya sebelum mencalon, ditanyai dana-dana untuk pembiayaan calon, kita tahu biaya demokrasi di Indonesia ini semakin mahal, biaya saksi, iklan, kampanye dan lain-lain,” kata Wakil Ketua DPR itu.
(Baca juga: Revisi UU Pilkada Harus Atur Relawan, Mahar Politik, dan Status Calon Independen)
Ia pun menilai cara untuk membenahi parpol bisa dimulai dengan memperbaiki keuangan parpol seperti menaikan dana parpol sebesar Rp 5 ribu per suara dan memberikan ruang bagi parpol untuk mendapatkan dana tambahan. Fadli menambahkan, jika dana negara tidak bisa diwujudkan, ia berharap parpol diperbolehkan memilki badan usaha untuk membiayai kegiatannya sendiri.
“Tahun 1950-an parpol bisa berusaha, punya kebun atau bengkel maupun usaha lainnya sebagai mesin untuk biayai parpol. Dengan ini diharapkan bisa meminimalisir penyimpangan karena finansial,” katanya.