REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontrasS menyatakan pihak-pihak yang menghalangi autopsi jenazah Siyono, yang meninggal dunia setelah ditangkap Detasemen Khusus (Densus) 88 Antiteror, telah melanggar hukum.
"Kontras menyesalkan adanya pihak-pihak yang menghalangi autopsi jenazah Siyono dan upaya keluarga untuk mencari keadilan. Penghalang-halangan itu bisa diancam pidana," kata Kepala Divisi Pembelaan Hak Sipil Politik Kontras Putri Kanesia dihubungi di Jakarta, Sabtu.
Putri mengatakan upaya forensik untuk mengetahui penyebab kematian Siyono dilindungi oleh hukum sehingga siapa pun yang menghalang-halangi berarti menentang hukum. Terkait dengan adanya tekanan kepada keluarga Siyono dan pihak-pihak yang menghalang-halangi upaya pencarian keadilan, Kontras menyarankan kepada Pimpinan Pusat Muhammadiyah selaku kuasa hukum Suratmi, istri Siyono, untuk melibatkan Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK).
"Bila memang ada teror dan tekanan terhadap keluarga, lebih baik melibatkan LPSK agar bisa membantu mereka," tuturnya.
Baca juga, Aneh, Aparatur Desa TIba-Tiba Menolak Autopsi Siyono.
Sebelumnya, Ketua Umum Pimpinan Pusat Pemuda Muhammadiyah Dahnil Anzar Simanjuntak menyatakan Suratmi merasa mendapatkan teror sehingga saat ini dijaga Komando Kesiapsiagaan Angkatan Muda Muhammadiyah.
Kader Muhammadiyah yang menjaga rumah Suratmi juga sempat ditemui oleh aparat desa. Mereka menyatakan tidak ingin jenazah Siyono diautopsi.
"Kalaupun jenazah Siyono diautopsi, mereka menyatakan tidak boleh dilakukan di Desa Pogung, harus di luar desa," tuturnya.