REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Keterlibatan Muhammadiyah dalam autopsi jenazah terduga teroris Siyono hanyalah karena ingin mengetahui duduk persoalan sesungguhnya terkait kematian tersebut. Hal itu sejalan dengan tuntutan banyak kelompok masyarakat agar kasus ini dibuka seterang-terangnya.
Ditambah lagi, permintaan advokasi langsung yang disampaikan istri almarhum Siyono, Suratmi, kepada Muhammadiyah.
"Menurut saya, banyak alasan Muhammadiyah untuk mendalami kasus ini. Harapannya, keadilan dan kebenaran bisa ditegakkan," ujar Ketua Komisi VIII DPR Saleh Partaonan Daulay, Ahad (3/4).
Muhammadiyah, kata dia, tidak pernah mencampuri kerja-kerja yang dilakukan Densus 88. Persoalan data dan jaringan terorisme yang dimiliki juga tidak pernah dicampuri.
Namun, jika operasi penegakan hukum terhadap warga negara dilakukan dengan cara-cara yang diduga melawan hukum, tentu Muhammadiyah merasa berkepentingan untuk ikut mengetahui. Itu adalah bagian dari tugas dakwah yang menjadi bidang utama gerakan Muhammadiyah.
"Secara teoritis, Muhammadiyah itu civil society. Civil society itu tugasnya menjadi penyeimbang kekuasaan. Anggap saja keterlibatan Muhammadiyah dalam kasus ini sebagai perwujudan pelaksanaan fungsi penyeimbang itu," ujar politikus dari Partai Amanat Nasional (PAN) ini.
Saleh menduga Muhammadiyah akan tetap berupaya mengungkap kebenaran sesungguhnya di balik kematian Siyono. Tidak ada niatan lebih dari itu, apalagi dinilai Muhammadiyah berpihak pada teroris. Dia menyebut Muhammadiyah tegas menentang radikalisme dan teorisme. Dakwah Muhammadiyah selalu moderat.
"Kalau betul ada orang-orang yang terbukti melakukan tindakan terorisme yang menimbulkan korban, Muhammadiyah juga pasti akan menuntut agar orang tersebut diproses sesuai dengan hukum yang berlaku," ujar Mantan Ketua Umum Pimpinan Pusat (PP) Pemuda Muhammadiyah ini.