REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Dewan Adat Papua Yan Piet Yarangga kecewa dengan keputusan Partai Keadilan Sejahtera (PKS) yang memecat Fahri Hamzah. Ia mengatakan bagi masyarakat Papua, Fahri Hamzah merupakan salah seorang pejuangan demokrasi di wilayah tersebut.
Dengan keputusan tersebut, Yan menilai masyarakat yang merindukan kehidupan demokrasi semakin ragu berada dengan demokrasi Indonesia. "Bagi kami secara moral demokrasi di Indonesia sudah tidak menjamin hak hidup semua orang," katanya.
Selain itu, pemecatan tersebut juga menunjukan jika PKS hanya partai sekelompok orang, bukan untuk seluruh rakyat Indonesia.
Ia menjelaskan masyarakat adat Papua dari dulu mendambakan kebebasan dan kedamaian hidup. Namun pada masa orde baru semua itu menjadi gelap dan malapetaka besar.
Yan melanjutkan masyarakat adat Papua dari dulu mendambakan kebebasan dan kedamaian hidup. Namun pada masa orde baru semua itu menjadi gelap dan malapetaka besar.
Kemudian tibalah masa reformasi yang dimotori sejumlah pihak, salah satunya adalah Fahri Hamzah. Kehadiran terakhir Fahri di tengah masyarakat Papua ketika masyarakat Papua hendak melaksanakan pertemuan demokratis membicarakan masa depan rakyat adat yang ditindas dan dirampok hak-haknya kepemilikannya.
Fahri kemudian menelpon Kapolri dan Menkopolkuham untuk menjelaskan Konferensi Besar Masyarakat Adat Papua Ke-3 di Biak adalah sebuah wadah demokrasi yang harus dihormati dan didukung.
"Fahri juga hadir dalam acara pembukaan konferensi," ujarnya.
Ia mengatakan alasan PKS yang menyatakan ucapkan Fahri terlalu bebas tidak pernah mengganggu masyarakat Papua. Yan mengatakan Fahri yang lugas sama dengan karakteristik masyarakat Papua.
"Kami masyarakat Papua yang salah ya salah benar ya benar," ucapnya.