REPUBLIKA.CO.ID JAKARTA -- Muktamar VIII Partai Persatuan Pembangunan (PPP) telah secara resmi dibuka Presiden Joko Widodo dan dihadiri oleh sejumlah menteri kabinet kerja.
Namun, Muktamar VIII ini ternyata tidak dihadiri satu pun dari pihak kepengurusan DPP PPP hasil Muktamar Jakarta, yang berada di bawah kepemimpinan Djan Faridz.
Menanggapi hal ini, Sekretaris Jenderal (Sekjen) DPP PPP hasil Muktamar Bandung, Romahurmuzy, menyatakan, pihaknya menerima hal tersebut. Muktamar pun akan terus berjalan, meskipun tanpa kehadiran perwakilan dari kepengurusan hasil Munas Jakarta.
''Dalam politik tidak mungkin, kami memuaskan semua pendapat dan pandangan,'' ujarnya seusai acara pembukaan Muktamar VIII PPP, Jumat (8/4).
Lebih lanjut, pria yang akrab disapa Romy itu menjelaskan masalah konflik kepengurusan yang terjadi di tubuh partai berlambang Ka'bah itu akan selesai dengan berjalannya waktu. Penerimaan kubu Djan Faridz terhadap Muktamar VIII ini pun akan terjadi seiring berjalannya waktu.
''Kadang ada persoalan yang harus diselesaikan, ada yang selesai dengan berjalannya waktu. Saya yakin, ini persoalan akan selesai dengan berjalannya waktu,'' ujarnya.
Sebelumnya, Ketua DPP PPP versi Muktamar Jakarta, Djan Faridz, menolak untuk mengakui Muktamar VIII tersebut. Menurutnya, kegiatan itu tidak ada sangkut pautnya dengan PPP.
Terkait kehadiran para Muktamirin, Romy pun menyebutkan, seluruh perwakilan dari kepengurusan PPP di daerah sudah hadir dalam Muktamar kali ini. Rencananya, Muktamar itu akan dihadiri oleh sekitar 1.641 muktamirin, perwakilan dari DPP, DPW, dan DPC PPP dari seluruh Indonesia.
Legitimasi Muktamar VIII, lanjut Romy, diperkuat dengan kehadiran tokoh senior PPP, KH Maimoen Zubair. ''Dari Sabang sampai Merauke sudah hadir. Sudah dihadiri juga oleh KH Maimoen Zubaie (Mbah Moen). Bahkan beliau menyampaikan doa iftitah dan khotbah iftitah,'' ujar Romy.