REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Presiden Joko Widodo mengatakan Pemerintah Republik Indonesia melakukan komunikasi secara terus-menerus terkait penyanderaan 10 Warga Negara Indonesia di Filipina.
"Terus dilakukan komunikasi, diplomasi antarnegara maupun komunikasi dengan yang nyandera, terus kita lakukan," kata Presiden Jokowi setelah membuka Muktamar VIII Partai Persatuan Pembangunan (PPP) di Asrama Haji Pondok Gede Jakarta Timur, Jumat (8/4).
Pemerintah fokus untuk mengedepankan keselamatan 10 WNI yang diduga disandera kelompok Abu Sayyaf di Filipina itu. Namun Presiden menegaskan ada hal-hal yang tidak bisa dibuka ke publik demi keselamatan sandera WNI.
"Tapi kita tidak bisa membuka karena masih dalam proses. Tidak bisa saya sampaikan," katanya.
Sebanyak 10 awak kapal WNI disandera pada 26 Maret 2016 tepatnya di perairan Tambulian, di lepas pantai Pulau Tapul, Kepulauan Sulu, Filipina. Sejumlah laporan menyebutkan para penculik meminta uang tebusan sebesar 50 juta peso atau sekitar Rp15 miliar, dengan batas waktu Jumat, 8 April 2016. Sejauh ini, pemerintah Filipina belum memberi izin kepada pemerintah Indonesia untuk melakukan serangan militer.