REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wacana uang setoran untuk menjadi calon Ketua Umum (Caketum) Partai Golkar dinilai bukti panitia tidak memiliki konsep pelaksanaan Musyawarah Nasional Luar Biasa (Munaslub) yang berkualitas.
Tokoh muda Partai Golkar, Ahmad Doli Kurniawan mengatakan, panitia dinilai keliru dengan menghembuskan isu uang dalam pencalonan ketua umum.
Padahal, dalam kesepakatan rapat harian pertama partai Golkar, munaslub akan bekerjasama dengan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), PPATK dan lembaga lain untuk Munas yang bersih.
"Apalagi besarnya Rp 20 miliar, itu menandakan bahwa panitia tidak punya konsep untuk mewujudkan pelaksanaan Munas yang berkualitas," ujarnya kepada Republika.co.id, Rabu (13/40).
Doli menambahkan panitia seolah tidak ingin membawa perubahan di tubuh Partai Golkar. Padahal, sejak awal niat untuk menyelenggarakan Munaslub adalah untuk menyelesaikan konflik internal.
Selain itu, momentum Munaslub ini juga untuk melakukan perbaikan menyeluruh di tubuh partai berlambang pohon beringin ini.
Seharusnya, kata Doli, panitia mengarahkan pelaksanaan Munaslub untuk melakukan koreksi pada seluruh kelemahan yang selama ini terjadi di Golkar.
Salah satu cara untuk memulai perbaikan Partai Golkar, kata Doli adalah dengan menjauhkan proses pengambilan kebijakan partai dari hal-hal yang berbau uang dan transaksional.
Jadi, dengan kebijakan memungut uang setoran sebesar Rp 20 miliar pada setiap Caketum sama saja dengan melegalkan berkembangnya budaya uang dan transaksional.
Selama ini transaksional itu dilakukan secara sembunyi-sembunyi. Kalau uang setoran diberlakukan, maka hal itu dibuka dan dilegalkan.
"Padahal sejak awal munas ini digagas, kita semua ingin bahwa pertarungan para caketum adalah dengan mengedepankan pertarungan gagasan, ide, konsep, serta inovasi dalam mengembangkan dan memajukan partai," jelasnya.
Doli melanjutkan, budaya setor-menyetor untuk menjadi pemimpin organisasi sangat tidak lazim. Khususnya di organisasi poitik. Secara logika politik adalah panggilan untuk perjuangan. Jadi orang yang merasa terpanggil memiliki tanggungjawab untuk mengabdi dan berjuang.
Justru aneh dan tak masuk akal kalau orang yang merasa terpanggil diminta menyetor sejumlah uang. Kalau hal ini dibiarkan, dikhawatirkan akan menjadi yurisprudensi dan akan diterapkan di jenjang kepemimpinan Golkar lainnya.
"Dampaknya, Golkar sulit melahirkan kader yang punya kapasitas kepemimpinan yang kuat, memiliki kecerdasan secara konseptual, serta punya kemampuan artikulasi dan membangun jaringan," katanya.
Sebab, kader-kader yang berkualitas pasti tersingkir dan kalah dari kader Golkar yang memiliki uang banyak. Akibatnya, Golkar akan menjadi partai tanpa ideologi, tanpa doktrin dan tanpa kaderisasi.
Selain itu, angka Rp 20 miliar dinilai sangat besar. Yang dapat mengakses jalur caketum akan menjadi sempit dan diisi oleh pengusaha yang masih diragukan motif perjuangan politik partainya.