REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengamat terorisme dari Community of Ideological Islamic Analyst (CIIA) Harits Abu Ulya mengatakan pemerintah harus bijak menghadapi penyanderaan warga negara Indonesia (WNI) oleh kelompok Abu Sayyaf di Filipina. Intinya, pemerintah harus lebih serius membebaskan 14 WNI yang tersandera.
“Memaksimalkan semua saluran dan cara yang memungkinkan dengan prioritas keselamatan nyawa mereka,” ujar Harits saat dihubungi Republika.co.id, Selasa (19/4).
Hal yang lebih penting, kata dia, Indonesia perlu merumuskan langkah-langkah strategis dan taktis untuk mengurangi atau mencegah kejadian berulang. Tentu ini terkait kerja sama multilateral di kawasan regional.
“Jika perlu pendekatan ekonomi, Indonesia berkontribusi secara aktif untuk meningkatkan pertumbuhan kawasan Filipina Selatan yang sangat miskin,” kata Harits.
Menurut dia, itu langkah strategis jangka panjang yang akan bisa mereduksi banyak tindak kriminal yang disebabkan faktor lemahnya ekonomi dan hilangnya rasa keadilan.
Seperti diberitakan sebelumnya, pembebasan 10 WNI yang disandera kelompok Abu Sayyaf di Filipina masih dalam tahap negosiasi antara perusahaan dengan pihak penawan.
Perusahaan sepakat membayar 50 juta peso atau setara Rp 37,7 miliar untuk membebaskan 10 WNI tersebut. Untuk empat orang yang ditahan lainnya, pemerintah masih mencoba melakukan kontak dan mendeteksi lokasi keberadaan mereka.