REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah Indonesia harus bisa mencegah agar penculikan terhadap warga negara Indonesia (WNI) oleh kelompok Abu Sayyaf tidak terulang kembali. Caranya yakni dengan membantuk Dewan Keamanan Nasional.
Dewan Keamanan Nasional bisa bertugas menghalangi agar penculikan tersebut tidak sampai ke wilayah Filipina. "Penculikan itu kan di laut, nah begitu tahu ada penculikan langsung dicegat. Jangan sampai masuk ke Filipina. Kalau sudah masuk ke sana, selesai. Kita tidak bisa berbuat apa-apa," ujar Guru Besar Universitas Pertahanan Salim Said dalam diskusi bertajuk 'BLBI yang Nyaris Terlupa' di Jakarta, Sabtu (23/4).
Ketidakberdayaan Indonesia membebaskan sandera Abu Sayyaf bukan karena negara tidak memiliki keahlian militer. Akan tetapi, hal tersebut lantaran konstitusi Filipina tidak memperbolehkan militer asing beroperasi di sana.
"Secanggih apapun militer kita, sudah pasti tidak mungkin mengirimkan mereka ke Filipina," kata Salim.
Seolah tak punya cara lain, Indonesia akan membayar uang tebusan untuk membebaskan 10 WNI yang disandera Abu Sayyaf. Uang tebusan itu akan dibayarkan oleh perusahaan tempat para sandera bekerja.
Perusahaan sepakat membayar 50 juta peso atau setara Rp 37,7 miliar untuk membebaskan 10 WNI tersebut. Untuk empat orang yang ditahan lainnya, pemerintah masih mencoba melakukan kontak dan mendeteksi lokasi keberadaan mereka.