REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Semua orang memiliki "suara hati", narator yang berceloteh dalam kepala menyuarakan perasaan dan pikiran internal. Apa dan siapa sesungguhnya mereka.
Dilansir the Guardian, musikus Roger Waters dari Pink Floyd menyebutnya "kegilaan dalam kepala saya". Dia menggambarkan seolah tak ada habisnya "mereka" menenun cerita utuh hidupnya, mulai dari analisis, keputusan cepat, hingga ketakutan yang tidak beralasan.
Pikiran awal Anda mungkin faktual, seperti "Aku baru saja makan malam dengan mertuaku" atau "Aku ada pekerjaan penting pada hari Senin". Tapi dalam hitungan detik, pikiran Anda bisa berubah menjadi "Mertua memang membenci saya!" atau "Pekerjaan saya akan gagal!".
Susan David, dalam bukunya Emotional Agility: Get Unstuck, Embrace Change, and Thrive in Work and Life menjelaskan, perubahan drastis itu disebabkan oleh pola dan konstruksi mental seseorang. Masalah dimulai ketika seseorang menganggap penilaian negatif itu sebagai fakta yang teruji dan diikuti berbagai kecemasan bertubi-tubi.
Padahal, semua kecemasan, ketakutan, dan penyesalan tidak harus mengontrol perilaku atau suasana hati kita. Campuran pengolahan kognitif dan sensorik itu sesungguhnya adalah adaptasi evolusioner yang merupakan bagian dari pertahanan diri seseorang.
Penelitian menunjukkan, hal kontraproduktif bisa dihindari dengan mencoba membungkam dan "memperbaiki" pikiran negatif, atau secara paksa menggantinya dengan pikiran menyenangkan. Hal ini bisa menempatkan bagian dari diri kita yang bertanggung jawab.
Hal yang perlu Anda lakukan adalah menerima dan mengakui "kegilaan" beserta semua pikiran negatif itu. Dengan mengakui eksistensi mereka, kita bisa berdamai, menciptakan jarak, dan menganggap mereka seolah gumpalan awan yang lewat.