REPUBLIKA.CO.ID, MUMBAI -- Semua telepon saku, yang dijual di India, sejak Januari 2017 harus memiliki tombol panik, yang memungkinkan pengguna meminta bantuan. Hal ini ditegaskan pemerintah setempat di tengah kekhawatiran akan keamanan perempuan setelah serangkaian kekerasan dalam beberapa tahun belakangan.
"Teknologi dimaksudkan untuk membuat hidup manusia lebih baik dan manfaat apa yang lebih baik ... untuk keamanan perempuan," kata pernyataan tersebut yang disiarkan pada Senin (25/4) malam.
Sejak Januari 2018, semua telepon saku juga harus memasang penunjuk keberadaan (GPS), kata pernyataan Kementerian Komunikasi dan Teknologi. Jari terus menekan angka 5 atau 9 pada telepon saku baru itu akan memicu panggilan darurat.
Dengan telepon pintar, panggilan darurat pasti terpicu ketika tombol daya ditekan tiga kali dengan cepat, katanya. Kementerian itu tidak merinci.
Keprihatinan mengenai keamanan perempuan meningkat sejak kasus pemerkosaan secara beramai-ramai seorang pelajar berusia 23 tahun yang berakibat kematian korban pada 2012 di Delhi. Dalam kasus terkenal lain, seorang pengemudi taksi Uber dinyatakan bersalah memperkosa seorang penumpang perempuan di Delhi.
Kejadian pada 2012 itu memantik unjuk rasa nasional dan undang-undang lebih ketat terkait pemerkosaan. Meski demikian, India masih saja melaporkan 337.922 kejahatan terhadap perempuan pada 2014, termasuk lebih dari 36 ribu kasus pemerkosaan, naik sembilan persen dibandingkan tahun sebelumnya.
Beberapa politisi dan pejabat polisi menyerukan kepada kaum perempuan untuk mengikuti pelatihan bela diri, 'berpakaian sopan', dan tidak berkeliaran setelah hari gelap, sehingga memicu protes dari pegiat hak asasi perempuan.
Pedagang dalam talian, termasuk Flipkart, Amazon India, dan Snapdeal menjual produk-produk yang menurut mereka ditujukan untuk keamanan perempuan. Produk-produk tersebut meliputi semprotan lada, pentungan, buku jari logam dan pistol listrik berbentuk lipstik dengan harga berkisar antara 200 rupee hingga hampir 7.000 ribu rupee.
India merupakan pasar terbesar kedua dunia untuk telepon seluler, dengan lebih dari satu miliar pengguna. Namun, di kawasan pedalaman, penggunaan ponsel dikendalikan oleh pria dan di provinsi barat Gujarat beberapa desa baru-baru ini melarang gadis dan perempuan lajang memiliki ponsel.