REPUBLIKA.CO.ID, NEW YORK -- Dana Anak PBB (NUICEF) pada Selasa (26/4) memperingatkan protes rusuh pada awal pekan ini di Kidal, Mali Utara, mengganggu pendidikan anak-anak di wilayah tersebut dan membahayakan keselamatan mereka.
Menurut beberapa sumber yang diabsahkan oleh UNICEF, banyak anak dikeluarkan dari ruang kelas selama hari sekolah untuk ikut dalam pertemuan terbuka pada saat protes rusuh pada 18-19 April di Kidal.
"UNICEF mengutuk setiap tindakan atau bantuan untuk mencegah perkembangan normal pendidikan anak-anak dan mengingatkan semua pihak tempat buat anak-anak adalah di sekolah, sebab pendidikan adalah cara terbaik untuk menjamin masa depan yang makmur buat anak-anak dan bangsa. Akses ke pendidikan telah jadi tak mungkin buat banyak anak di Kidal. Berbagai upaya untuk membawa ribuan anak ke sekolah di Mali Utara tampaknya akan pupus jika anak-anak yang kondisi mereka sudah rapuh ditarik dari ruang kelas," kata kata Wakil UNICEF Fran Equiza di Mali di dalam satu pernyataan pers.
Menurut UNICEF, ketika anak-anak tidak bersekolah, mereka makin rentan terhadap pelecehan, eksploitasi atau perekrutan oleh kelompok bersenjata. Oleh karena itu, UNICEF menyerukan agar mereka tetap bersekolah sehingga mereka bisa melanjutkan pendidikan mereka.
Selain itu, dua bulan lagi ujian akhir akan diselenggarakan, gangguan bisa membuat mereka kehilangan seluruh tahun pendidikan.
Untuk tahun ajaran 2015-2016, banyak upaya yang dilancarkan oleh mitra pendidikan di Mali, termasuk UNICEF, guna membantu meningatkan akses ke pendidikan formal buat sebanyak 344.115 anak di wilayah Gao, Timbuktu, Kidal, Mopti dan Segou, yang terpengaruh oleh krisis keamanan.
Sejak Oktober 2015, melalui kegiatan "Every Child Matters", UNICEF bisa memfasilitasi 29.592 anak di berbagai daerah yang terpengaruh oleh krisis, termasuk 4.934 anak di Kidal, untuk kembali dan tetap berada di sekolah.